Awal Mei lalu, Presiden Bolivia Evo Morales mengungununkan resminya nasinalisasi perusahan-perusahan migas asing dinegara tersebut. Sebelumnya, hal yang sama dilakukan presiden Venezuela Hugo Chaves. Dengan rasa nasionalisme, mereka melawan hegemoni asing, semata-mata untuk kepentingan rakyat dan negara.
Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Dulu, di tangan Bung Karno, hal yang sama telah dilakukan. Bung Karno juga mengancam dan mengusir perusahaan-perusahaan asing yang tidak mematuhi peraturan yang dibuat, karena Soekarno sangat berprinsip pada Pasal 33 UUD 45 yang penjelasannya, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalam bumi adalah pokok kemakmuran rakyat. Sebab, itu harus dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Lalu, bagaimana dengan pemerintahan sekarang? Pemerintah sekarang ini sangat tunduk atas permainan ekonomi bebas. Bagaimana tidak! Pemerintah selalu menjual aset-aset BUMN kepada perusahaan asing, Kebijakan pemeritah yang selalu mengorbankan ekonomi rakyat kecil seperti kebijakan impor beras. Belom lagi politik luar negeri yang tidak mencerminkan kebangkitan harga diri bangsa ini didunia internasional seperti ; mendukung sanksi terhadap Iran.
Hilangnya rasa nasionalisme, bukan hanya pada pemerintah dan kebijaksanaannya, melainkan tanpa kita sadari, rasa itu padam dalam diri rakyat Indonesia. Hal ini dapat kita lihat; bagaimana seseorang bangga kalau dia memakai produk atau hal-hal yang berbau asing. sebagai contoh, kita sangat bangga klo berpergian dengan maskapai penerbangan yang pemiliknya berada ditangan asing, memakai pakaian yang dibuat diluar negeri, makan di rumah makan masakan dan hak paten asing. Ironisnya, kita pun harus mengonsumsi beras impor meski negara kita negara agraris.
Jika pemerintah dan rakyat Indonesia telah hilang rasa nasinalismenya, dan hal ini di biarkan terus-menerus, maka apa yang terjadi? Kita sebagai rakyat, pemilik yang sah atas tanah air ini, akan menjadi penonton sejati bagaimana negara-negara asing, ramai-ramai mengeroyok bangsa kita di semua aspek kehidupan.
Kita harus ingat dengan perjuangan para pahlawan kita, seperti Ki Hadjar Dewantara, dr Tjipto Mangoen Koesoema, dan Dr. Douwes Dekker yang dikenal sebagai tiga serangkai. Ketiga tokoh inilah yang menjadi titik tolak kebangkitan Indonesia. Dan sangat perperan melawan kolonial. Jasa yang mereka peroleh dalam sejarah bukan saja untuk dikenang. Namun, harus kita aplikasikan pada diri kita sebagai individual dalam berbangsa dan bernegara Indonesia. Bung Hatta pernah berujar; kita merdeka untuk menjadi tuan di negari sendiri. (aa_mpray)
Muhammad Sofiyar
MFTP UGM
Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Dulu, di tangan Bung Karno, hal yang sama telah dilakukan. Bung Karno juga mengancam dan mengusir perusahaan-perusahaan asing yang tidak mematuhi peraturan yang dibuat, karena Soekarno sangat berprinsip pada Pasal 33 UUD 45 yang penjelasannya, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalam bumi adalah pokok kemakmuran rakyat. Sebab, itu harus dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Lalu, bagaimana dengan pemerintahan sekarang? Pemerintah sekarang ini sangat tunduk atas permainan ekonomi bebas. Bagaimana tidak! Pemerintah selalu menjual aset-aset BUMN kepada perusahaan asing, Kebijakan pemeritah yang selalu mengorbankan ekonomi rakyat kecil seperti kebijakan impor beras. Belom lagi politik luar negeri yang tidak mencerminkan kebangkitan harga diri bangsa ini didunia internasional seperti ; mendukung sanksi terhadap Iran.
Hilangnya rasa nasionalisme, bukan hanya pada pemerintah dan kebijaksanaannya, melainkan tanpa kita sadari, rasa itu padam dalam diri rakyat Indonesia. Hal ini dapat kita lihat; bagaimana seseorang bangga kalau dia memakai produk atau hal-hal yang berbau asing. sebagai contoh, kita sangat bangga klo berpergian dengan maskapai penerbangan yang pemiliknya berada ditangan asing, memakai pakaian yang dibuat diluar negeri, makan di rumah makan masakan dan hak paten asing. Ironisnya, kita pun harus mengonsumsi beras impor meski negara kita negara agraris.
Jika pemerintah dan rakyat Indonesia telah hilang rasa nasinalismenya, dan hal ini di biarkan terus-menerus, maka apa yang terjadi? Kita sebagai rakyat, pemilik yang sah atas tanah air ini, akan menjadi penonton sejati bagaimana negara-negara asing, ramai-ramai mengeroyok bangsa kita di semua aspek kehidupan.
Kita harus ingat dengan perjuangan para pahlawan kita, seperti Ki Hadjar Dewantara, dr Tjipto Mangoen Koesoema, dan Dr. Douwes Dekker yang dikenal sebagai tiga serangkai. Ketiga tokoh inilah yang menjadi titik tolak kebangkitan Indonesia. Dan sangat perperan melawan kolonial. Jasa yang mereka peroleh dalam sejarah bukan saja untuk dikenang. Namun, harus kita aplikasikan pada diri kita sebagai individual dalam berbangsa dan bernegara Indonesia. Bung Hatta pernah berujar; kita merdeka untuk menjadi tuan di negari sendiri. (aa_mpray)
Muhammad Sofiyar
MFTP UGM
No comments:
Post a Comment