Wednesday, May 30, 2007

Kronologis Kebakaran

Kronologis Kebakaran

(744 Jumlah kata dalam halaman ini)
(472 kali telah dibaca)

KRONOLOGIS KEBAKARAN ISTANO PAGARUYUNG

Kronologis terjadinya kebakaran Istano Basa Pagaruyung-Batusangkar Kabupaten Tanah Datar yang terjadi pada Hari Selasa, 27 Pebruari 2007 Pukul 19.10 WIB adalah sebagai berikut :


1. Istano Basa Pagaruyung adalah Bangunan Rumah Gadang Minangkabau yang merupakan duplikat aslinya, terbuat dari bahan ijuk sebagai atapnya dan kayu yang mudah terbakar, yang dibangun kembali pada tanggal 27 Desember 1976. Sebelumnya Istano ini adalah merupakan bangunan Rajo Alam yang telah dibakar oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada Tahun 1804. Istano Basa Pagaruyung terdiri dari 11 Gonjong, 72 buah tonggak dan 3 lantai. Bangunan ini dilengkapi dengan surau, tabuah dan rangkiang patah sembilan. Bangunan Istano Pagaruyung terletak pada areal seluas lebih kurang 3,5 ( tiga setengah ) hektar.

2. Istano Basa Pagaruyung merupakan icon Pariwisata Sumatera Barat yang merupakan kekayaan Sumatera Barat dan melambangkan adat serta budaya Minangkabau terbakar pada hari selasa tanggal 27 Februari 2007 sekitar pukul 19.10 WIB malam. Menurut saksi mata kebakaran disebabkan oleh sambaran petir pada gonjong paling barat yang merupakan salah satu dari dua gonjong yang paling tinggi, lebih kurang 60 meter. Dan menurut informasi dari masyarakat juga cukup banyak alat elektronik milik masyarakat dirumah-rumah yang rusak akibat sambaran petir tersebut.

3. Pada waktu petir menyambar, hari dalam keadaan hujan dan hujan reda setelah api mulai hidup menjalar membakar atap Istano Basa Pagaruyung yang terbuat dari ijuk.

4. Empat buah mobil unit pemadam kebakaran Tanah Datar langsung menuju lokasi dan memadamkan api . Namun karena api mulai membakar pada puncak gonjong yang paling tinggi lebih kurang 60 meter, maka jangkauan semprotan air sulit untuk mencapai titik api. Dengan mudah api menjalar membakar atap Istano Basa Pagaruyung dari satu gonjong ke gonjong berikutnya. Sementara isi material yang terbakar juga berjatuhan kebawah menimpa kebagian atap yang lain yang terbuat dari ijuk sehingga upaya pemadaman tidak berhasil dilakukan sampai semua bangunan habis.

5. Setelah itu api terus membakar bagian badan rumah gadang serta menjalar kebagian timur bangunan Istano Basa Pagaruyung.

6. Satu jam kemudian atau sekitar pukul 20.15 Wib bantuan mobil unit pemadam kebakaran mulai berdatangan dari daerah tetangga, yaitu dari Padang Panjang, Bukittinggi, Payakumbuh, 50 Kota, Agam, Sawahlunto, Padang, Solok, Kabupaten Solok, Kabupaten Padang Pariaman dengan jumlah seluruhnya 15 buah mobil, Namun api tidak bisa dikendalikan sehingga membakar seluruh badan Istano Basa Pagaruyung hingga Bagian dapur.

7. Bunga Api yang berterbangan juga membakar habis Rangkiang Patah Sembilan yang terletak di depan Istano Basa Pagaruyung, berjarak lebih kurang 25 meter.

8. Pada waktu berlangsungnya kebakaran tersebut turut hadir di lokasi Bupati Tanah Datar, Ketua DPRD Tanah Datar, Unsur Muspida Tanah Datar, Wakil Bupati Tanah Datar, Wakil Walikota Sawahlunto, para Kepala Dinas/ Badan/ Kantor serta unsur Pemerintah Nagari Pagaruyung dan masyarakat sekitarnya.

9. Barang-barang berharga di atas Istano Basa Pagaruyung hanya sebagian kecil yang dapat diselamatkan, baik berupa benda-benda kuno, pelaminan, buku-buku dan lain sebagainya. Dalam peristiwa ini tidak ada korban jiwa manusia.

10. Hingga pukul 23.30 WIB malam api baru dapat dijinakkan dan terus dilakukan pemadaman bara api.

11. Pada malam itu langsung diadakan rapat untuk membicarakan langkah-langkah penanggulangan selanjutnya yang dipimpin oleh Bupati Tanah Datar dan dihadiri oleh unsur Muspida Tanah Datar, Kepala Dinas/Instansi, Pemerintah Nagari Pagaruyung serta lembaga sosial kemasyarakatan lainnya.

12. Istano Basa Pagaruyung diasuransikan pada PT. Asuransi Wahana Tata yang berlaku mulai tanggal 9 Mei 2006 hingga 9 Mei 2007, dengan nilai pertanggunan sebesar Rp 3.378.375.000,- (Tiga milyar tiga ratus tujuh puluh delapan juta tiga ratus tujuh puluh lima ribu rupiah).

13. Semua sumbangan dari masyarakat dikumpulkan melalui :
a. Bank BRI Cabang Batusangkar Nomor Rekening : 0169-01-000242-30-9 an. Bantuan Kebakaran Istano Basa Pagaruyung
b. Bank Nagari Cabang Batusangkar Nomor Rekening : 0300.0210.05021.6 an. Bantuan Kebakaran Istano Basa Pagaruyung
c. Bank BNI Capem Batusangkar Nomor Rekening : 11921304-1 an. Bantuan Kebakaran Istano Basa Pagaruyung

Demikian Kronologis Kebakaran Istano Basa Pagaruyung.

Batusangkar, 27 Pebruari 2007

Pemerintah Kabupaten Tanah Datar
Kantor Inforkom dan PDE

Ttd

Edisusanto, SH MM

Danau Maninjau Dalam Sejarah, Masalah dan Masa Depannya

Danau Maninjau Dalam Sejarah, Masalah dan Masa Depannya
Oleh Andi Rinuak

Luas wilayah Maninjau diperkirakan 284 km persegi, terdiri dari daratan seluas 148,5 km persegi, perairan seluas 99,5 km persegi dan daerah resapan api berkisar 2-5 km. Dilihat dari puncak bukit, jalan raya yang melingkari Danau Maninjau kira-kira 47 km. Topografi Danau Maninjau dengan ketinggian kawasan berkisar 1.362-1.626 mdpl. Menurut Schemit dan Ferguson kawasan ini memilki iklim type A dengan rata-rata curah hujan tiap tahun adalah 2.000 mm/tahun.jenis tanah yang terdapat dalam kawasan ini adlah 45% andossol, 40% latosol, 5% alivial. Danau Maninjau menyerupai kuali besar yang berisi air, di sekelilingnya terdapat perbukitan berlereng yang di tumbuhi pohon-pohan besar yang menjadi kawasan penyangga dan cachmen area (daerah tangkapan air) Danau Maninjau.
Danau vulkanis yang terjadi akibat meletusnya Gunung Tinjau, meletus kira-kira ribuan tahun yang lalu, bagi masyarakat sekitarnya menamakan Danau Maninjau. Legenda rakyat Maninjau menggambarkan peristiwa meletusnya gunung ini berawal dari terjunnya si Sani dari Sigiran ke dasar kawah akibat di hukum oleh kakaknya Bujang Sambilan (sebut saja sembilan).
Cerita legenda ini mengisahkan hidupnya keluarga besar Bujang Sambilan pada masa itu, di sebuah lembah kaki Gunung Tinjau, pertentangan dalam keluarga besar Bujang Sambilan dengan anak mamaknya, karena tidak senangnya mereka akibat tumbuhnya benih-benih kasih sayang antara adik perempuan (Sani) dari Bujang Sambilan dengan anak mamaknya (Sigiran), namun dalam perjalanan kasih sayang ini tidak begitu direstui oleh beberapa kakaknya, adik Bujang Sambilan bernama si Sani ingin menikah dengan sang pujangganya yang bernama Sigiran, upaya meminang telah dilakukan oleh pihak laki-laki, namun hal ini selalu di halangi oleh salah satu anggota Bujang Sambilan, ditelusuri masalah utama rupanya adalah dendam lama dan fitnahan salah satu kakaknya si Sani terhadap Sigiran. Pada akhirnya Bujang Sambilan sepakat membuang adik sematawayang ke kawah Gunung Tinjau.
Sebelum menerjunkan diri ke kawah gunung, si Sani mengucapkan kata-kata terakhir yang berupa isi persumpahan terhadap kakaknya, bahwa mereka tidak bersalah dan mereka hanya difitnah, kata persembahan terakhir tersebut berbunyi : “ jika mereka memang berbuat salah maka ketika mereka sampai di dasar kawah, api kawah Gunung Tinjau ini akan padam, namun jika mereka tidak bersalah maka api kawah akan membesar, mengamuk dan gunung ini akan murka”, setelah itu baru kedua insan ini melompat ke kawah gunung, pada saat itu gunung mengamuk dan meletus, apa yang diucapkan si Sani menjadi kenyataan bahwa mereka hanya difitnah.
Perbuatan Bujang Sambilan ini oleh Yang Maha Kuasa dikutuk menjadi sembilan ekor ikan rayo (ikan raya) yang ditugaskan menghuni Danau Maninjau dari kerusakan, kesembilan ikan ini bagi masyarakat Maninjau disebut Bujang Sambilan. Boleh kita percaya atau tidak dalam uraian cerita ini, namun itulah segelintir legenda rakyat Maninjau.
Pada masa penjajah Belanda, kawasan Danau Maninjau dijadikan sebagai daerah wisata oleh pemerintah Belanda yang berkedudukan di Bukittinggi, pada hari libur mereka pergi melancong menikmati pemandangan alam Danau Maninjau, untuk melancarkan transportasi sampai ke Danau Maninjau penjajah membuat jalan yang melewati bukit-bukit yang curam yang dikenal dengan kelok 44 (ampek puluah ampek). Sejarah pembuatan jalan ini pada waktu itu dipekerjakan ratusan orang Maninjau untuk membuat jalan raya secara paksa.
Belanda tidak hanya menjadikan kawasan Danau Maninjau untuk tujuan daerah wisata, namun usaha pelestarian lingkungan juga dilakukan pemerintah Belanda. Pada waktu itu pelestarian kawasan yang indah harus tetap dijaga, bagi masyarakat dilarang merusak hutan yang ada di perbukitan dan daerah lereng bukit bahkan mereka disuruh menaman tanaman palawija seperti cengkeh, kopi, pala, kulit manis, durian dan hasilnya akan diserahkan pada Belanda, pada masa itu Maninjau terkenal dengan hasil rempah– rempahnya, hal ini masih sempat dirasakan sampai akhir tahun 80-an.
Namun masa jayanya Maninjau dengan hasil palawijanya hanya menjadi kenangan saja, cengkeh, pala, kopi, kulit manis dan yang lainnya tidak begitu diurus oleh masyarakat sehingga tanaman tersebut banyak yang mati, penyebab utama dari persoalan ini adalah masyarakat tidak mendapatkan hasil yang berarti dari upaya mereka menanam palawija, sebaik dan sebagus apapun kwalitas cengkeh, pala, kopi kulit manis tidak akan mendatangkan keuntungan yang berarti bagi masyarakat, karena permainan harga dipasaran tidak menentu, pada masa itu kondisi politik sangat menentukan kondisi harga di pasar.
Tidak hanya pada zaman penjajahan Belanda saja Maninjau dikenal sebagai daerah kunjungan wisata alam, pada tahun 1991 pemerintah Indonesia mencanangkan Kunjungan Indonesia 1991 (Visit Indonesian Year 1991). Jumlah kunjungan tersebut meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 1997 krisis ekonomi menimpa Indonsia dan situasi politik, sosial, ekonomi dan keamanan tidak menentu berdampak buruk pada jumlah pengujung. Tidak ada alasan lain yang dibicarakan selain dari situasi keamanan Indonesia yang tidak jelas maka berimplikasi buruk pada kunjungan wisata ke Indonesia termasuk juga Maninjau. Turunnya jumlah pengunjung jelas saja berdampak buruk pula pada pengusaha pariwisata, semakin tingginya cost/pengeluaran dalam perawatan fasilitas dan biaya membuat pengsaha gigit jari untk mencari biaya tambahan lainnya, bagi yang tidak mampu bertahan maka mereka lebih baik memilih menutup usaha mereka atau lebih dikenal dengan gulung tikar.
Kembali bicara SDA Maninjau salah satunya sumber daya hutan, bagi masyarakat sendiri hutan lindung ini masih mengakui, hutan lindung itu disebut dengan hutan BW yan dipatok pada masa penjajarah Belanda, yang menjadi persoalan sekarang bahwa batas hutan BW tidak begitu jelas dan usaha yang dilakukan Departemen Kehutanan Indonesia yang telah mencoba menata hutan dikawasan ini, kadang kala menurut masyarakat batas BW bertumpang tindih dengan lahan yang sudah menjadi ulayat masyarakat. Pada tahun 1982 kawasan utara dan selatan Maninjau telah ditetapkan menjadi kawasan suaka alam hal ini menjadikan Maninjau secara adminstrasi untuk urusan pelestarian lingkungan dibawah pengawasan sub seksi KSDA Kabupaten Agam. Sejarah lahirnya ketetapan ini diawali dengan rekomendasi Gebernur KDH Tk I Sumatera Barat no. 471/VI/BAPPEDA-1978 pada tanggal 12 juni 1978 dan SK Mentri Pertania no. 623/Kpts/Um/8/1982 pada tanggal 22 agustus 1982 kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan suaka alam Maninjau utara selatan dengan luas 22.106 Ha. Daerah yang melingkupi kawasan suaka alam ini terdapat di Kenagarian Tanjung Sani dan Kenagarian VI Koto Kecematan Tanjung Raya.
Waktu terus berjalan, Belanda berpindah kuasa ke penjajah Jepang, kawasan Maninjau masih dipertahankan seperti apa adanya, Jepang kalah dalam PD II dan Indonesia memerdekakan diri tahun 1945 kawasan Maninjau tidak jauh berubah, keaslian dan keindahan alamnya masih dapat dirasakan. Bicara Danau Maninjau dan masalah lingkungan yang terjadi saat ini secara kasat mata dapat dirasakan adalah air keruh, air menyusut, ikan endemik (seperti bada, rinuak, gariang, barau, kailan panjang, cideh-cideh, kailan gadih, ikan todak, supareh, asang, pensi) tidak banyak lagi bahkan ada yang sudah punah, pencurian kayu berskala kecil masih terjadi, musibah tubo belerang, bencana tanah longsor masih mengancam daerah tertentu, pembangunan pantai danau yang di dam dengan beton, petani yang menggunakan pupuk pestisida yang muaranya ke danau, penggunaan pakan ikan yang residunya mengendap di dasar sungai, dam disekitar terowongan PLTA Maninjau yang menghambat sirkulasi air dan masalah sampah masyarakat dan industri pariwisata yang di buang ke danau.
Gejala alam yang sering terjadi di Danau Maninjau adalah tubo adalah matinya ikan di dalam danau Maninjau dikarenakan naiknya belerang dalam dasar danau, biasanya peristiwa ini terjadi secara alami, tanda-tanda tubo itu sendiri diawali dengan munculnya angin kencang dalam beberapa hari bagi masyarakat sendiri menyebutnya angin darek, tanda lainnya bau belerang menyekat ke hidung dan kadang kala hujan disertai angin yang terjadi terus menerus. Pada waktu tubo ini masyarakat (orang tua, muda, anak-anak, remaja, dewasa, laki-laki dan perempuan) beramai-ramai ke pinggir pantai untuk menangkap ikan, mereka bergembira ria menangkap ikan yang lagi pusing disebabkan air bercampur belerang. Bagi masyarakat Maninjau datangnya tubo secara alam merupakan anugrah dan reski yang didatangkan dari Tuhan YME, ada juga yang mengatakan tubo itu terjadi karena isi atau ikan di danau sudah terlalu banyak sehingga secara alami perlu pengurangan maka Tuhan menganugerahkan peristiwa tubo.
Persoalan sosial muncul ketika masyarakat sekeliling Danau Maninjau mendapatkan musibah tubo pada tahun 1997-1999 yang mematikan ikan dalam danau dan ikan yang dipelihara petani ikan melalui usaha karamba (jala apung). Diperkirakan milyaran rupiah kerugian yang dialami oleh petani ikan tersebut, bangkai ikan yang sudah membusuk banyak bertebaran disekitar danau, sisa-sisa bangkai ikan menjadi pencemaran danau yang tidak bisa dikendalikan lagi sehingga bau busuk dari bangkai tersebut menyebar disekitar daerah Maninjau, pasca tubo menyebabkan air berwarna dan keruh, bahkan masyarakat tidak bisa lagi mengkonsumsi air untuk mencuci dan mandi. Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh beberapa lembaga mengindikasikan bahwa penyebab keruhnya air akibat residu pakan ikan yang mengendap di dasar danau. Kondisi ini diperparah dengan tidak lancarnya aliran air yang keluar akibat dam terowongan milik PLTA Maninjau yang terdapat di bibir hulu sungai Batang Antokan.
Kawasan pantai secara alami diperuntukkan sebagai daerah resapan air. Namun pantai di dam dengan beton untuk mendirikan bangunan hotel, rumah, penginapan dan bangunan lainnya sehingga daerah resapan tersebut semakin berkurang. Disadari atau tidak pembangunan PLTA, hotel, rumah, penginapan dan bangunan lainnya yang melewati garis pantai sebagai daerah resapan air telah merubah bentuk ekosistem danau itu sendiri, jika hal ini dibiarkan saja tanpa ada upaya pencegahan maka kerusakan danau akan semakin parah, contoh sederhana ombak air danau pada sore hari menghempas ke pinggir pantai sekarang dihalangi oleh tembok bangunan (dam) sehingga siklus air tidak berjalan secara alami, jelas saja goncangan ombak akan besar didasar danau dan hal ini akan mengguncang dasar danau yang berlumpur akibatnya air danau akan cepat keruhnya.
Sangat disayangkan perlakuan ramah terhadap danau Maninjau belum sepenuhnya dilakukan bahkan kecendrungan mengabaikan tradisi lokal atau kearifan sosial yang selama ini ramah terhadap lingkungan, semakin tinggi pengetahuan dan penerapan teknologi yan didapati tidak sebanding dengan upaya pelestarian lingkungan hidup yang dijadikan sebagai sumber kehidupan ini. Siapa yang punya uang, siapa yang punya kekuasaan dan pengaruh dapat saja memperlakukan danau seenak perutnya (semaunya saja) tidak terlebih pemerintah, pengusaha, tokoh masyarakat dan rakyat biasa memperlakukan danau secara tidak adil.
Jadi menurut pemikiran saya bahwa perlakuan mendam atau membeton pinggir pantai merupakan sebuah poses pengrusakan Danau Maninjau, karena mengakibatan berubahnya bentuk keaslian danau, ekosistem danau akan berubah,……

Himbaan dari pemerintah kabupaten, kecamatan bahkan desa pada waktu itu tidak begitu diindahkan, bahwa dalam himbauan tersebut tidak dibolehkan membangun di selingkar pantai Danau maninjau dengan beton, alasannya akibat upaya membangun pantai dengan benton akan mengurangi bentuk keaslian danau Maninjau, disayangkan himbauan hanya sekedar himbauan tidak ada tindak lanjut dari pemerintah untuk membuat suatu peraturan daerah yang berpihak pada pelestarian Danau Maninjau.
Kalau kita mau jujur para pemerintah, pengusaha, tokoh masyarakat dan masyarakat umumnya kita telah melakukan kesalahan dalam pengelolaan Danau Maninjau. Kita tidak begitu cepat membuat sebuah aturan atau kebijakan yang melindungi Danau Maninjau dari kerusakan, walaupun ada aturan adat dan imbauan penghentian perusakan, namun hal itu tidak begitu efektif mencengah perusakan lingkungan kawasan Maninjau, besar atau kecilnya porsi kesalahan tergantung pada peran dan fungsi kita semua.
Langkah yang sewajarnya dapat ditempuh sebaiknya dengan melakukan audit lingkungan di kawasan Danau Maninjau, syarat utama pelaku audit adalah lembaga independen yang berisi orang-orang yang bersih atau tidak pernah melakukan perusakan lingkungan. Sehingga hasil audit ini bisa dijadikan sebagai bahan bagi rakyat Maninjau untuk melakukan “class action” pada perusak lingkungan. Wilayah audit dapat dilakukan diseluruh sektor sumberdaya alam meliputi hutan, sawah pertanian, air danau, pinggir danau dan sungai. Pengrusakan di sektor kehutanan adalah penebangan liar pencurian kayu di sekitar perbukitan Maninjau, perusakan sawah pertanian adalah penggunaan pupuk pestisida aliran airnya ke dalam danau, perusakan air danau adalah pengunaan pakan ikan yang bisa memcemari air danau, perusakan pinggir pantai adalah mendam dengan beton/semen pinggir pantai oleh pemerintah, masyarakat dan pengusaha yang membangun PLTA, perumahan, perhotelan, penginapan dan bangunan lainnya. Perusakan hutan adalah penebangan/atau pengambilan kayu di kawasan yang cukup rawan bencana longsor.
Ada tiga kawasan yang perlu untuk diaudit, pertama kawasan pantai selingkar danau yang dibentoni sebut saja seperti PLTA, hotel, penginapan dan berbagai rumah penduduk. Kedua kawasan hutan yang rawan terjadi longsor/galodo. Ketiga kawasan pantai yang banyak terdapat jala apung/karamba.
Untuk mengurangi kerusakan lingkungan yang terjadi di Maninjau, menurut saya ada beberapoa tawan yang perlu dilakukan masyarakt selingkar Danau Maninjau. Setelah kembalinya pemerintahan terentah di Sumatera Barat dari desa ke nagari, akan membuka peluang bagi warga nagari membangun suatu model pengelolaan sumber daya alam Maninjau berbasis pada kearifan lokal atau nagari, dengan tradisi musyarwah dan mufakat para pihak berkepentingan nagari duduk bersama untuk memikirkan kearifan nagari dalam pengelolan sumber daya alam yang tersisa. Setelah terbangunnya model perlu didukung oleh kebijakan nagari yang mengatur segala urusan pengelolaan SDA nagari. Pihak BPRN dan Wali Nagari didukung oleh partisipasi penuh dari niniak-mamak, alim-ulana, cerdik-pandai, budo kanduang dan paga nagari beserta seluruh warga nagari, akan duduk bersama untuk membangun kebijakan yang berpihak pada pelestarian lingkungan dan keberlanjutan keberadaan lingkungan nagari. Perlunya kelembangan struktural yang kuat untuk menopang, menjalankan dan mengawasi tradisi PSDA berbasiskan nagari, disamping kelembangaan itu juga akan dibutuhkan kedepan untuk mengantisipasi dan menyelesaikan persoalan selingkar Danau Maninjau.

FMB Blokade Kilang Balongan

INDRAMAYU(SINDO) – Ribuan massa Forum Masyarakat Balongan (FMB) melakukan unjuk rasa lanjutan di kawasan kilang Pertamina UP VI Balongan, kemarin.

Unjuk rasa ini merupakan aksi lanjutan setelah sebelumnya perundingan antara Pertamina dan FMB mengalami deadlock. Massa FMB mulai melakukan pemblokadean jalan keluar tangki pengangkut BBM di pintu I, II, III stasiun terminal transit utama (TTU), dan Kilang Balongan sejak pukul 07.00 WIB. Mereka melakukan orasi dan meminta kepada jajaran direksi Pertamina mengabulkan tuntutan FMB untuk melakukan penanganan abrasi sepanjang tiga kilometer.

Unjuk rasa semakin memanas ketika massa FMB terus merangsek barikade polisi yang memblokade stasiun TTU Pertamina UPMS setelah tidak adanya jajaran direksi Pertamina yang menemui pengunjuk rasa.Bentrokan akhirnya tidak terelakkan antara polisi dan massa FMB. Polisi yang berusaha mengamankan objek vital negara ini terlibat bentrokan fisik. Dalam insiden ini, beberapa orang dari massa FMB mengalami luka-luka akibat terkena pukulan benda tumpul petugas kepolisian.

Selain melakukan pemblokadean di pintu I, massa FMB juga melakukan pemblokadean jalan masuk dan keluar tangki pengangkut BBM di pintu II di Jalan Raya Cirebon-Indramayu di Desa Balongan serta pintu III di Desa Kosambi, Kec Balongan. Akibat pemblokadean di tiga pintu keluar ini, ratusan tangki pengangkut BBM terjebak di dalam lokasi stasiun pengisian dan mengakibatkan distribusi BBM ke sejumlah daerah di Jawa Barat lumpuh total selama lima jam.

Tidak hanya itu, ratusan kendaraan roda dua dan empat yang melintas di Jalur Cirebon-Indramayu terpaksa dialihkan ke jalur alternatif di Jalan Ibu Tien Soeharto untuk menghindari kerumunan massa FMB yang memblokade jalur utama Cirebon-Indramayu. ”Kami akan terus bertahan di lokasi Kilang Balongan sebelum tuntutan kami dipenuhi Pertamina,” ungkap Koordinator FMB Abdul Kholik. Petugas kepolisian gabungan dari Brimob,Dalmas,dan puluhan anggota Satreskrim Polres Indramayu mencoba menghalau barikade massa FMB di pintu II yang berlokasi di Jalan Raya Cirebon-Indramayu, tapi massa FMB menolak untuk mundur dari lokasi pintu masuk.

Bentrokan pun kembali pecah. Bahkan, Kasat Objek Vital Polres Indramayu AKP Indrato terkena pukulan salah satu pengunjuk rasa. Emosi massa mulai mereda ketika Kapolres Indramayu AKBP Djoko Purbohadijoyo menemui mereka untuk bernegosiasi. Setelah dilakukan negosiasi, massa FMB akhirnya bersedia mundur dari lokasi pemblokadean. Kapolres Indramayu AKBP Djoko Purbohadijoyo kepada SINDO mengatakan, pihaknya bertanggung jawab atas keamanan di lokasi objek vital negara.

AKBP Djoko Purbohadijoyo menambahkan, pihaknya meminta massa FMB untuk lebih menahan emosi dalam melakukan aksi unjuk rasa. Sementara itu, Kepala Humas Pertamina UP VI Balongan Darijanto menyatakan, pihaknya hingga saat ini belum dapat merealisasikan tuntutan FMB karena keterbatasan otoritas dalam pengambil kebijakan. (tomi indra)

Depkeu Sulit Cek Dana Hasil Korupsi

JAKARTA (SINDO) -Departemen Keuangan (Depkeu) kesulitan mengecek aliran pengembalian dana hasil tindak pidana korupsi hasil sitaan Kejaksaan Agung dan KPK.

Sebab, Depkeu tidak mempunyai rekening khusus untuk menampung aliran dana tersebut.“ Akan diteliti dulu,kita mau pastikan Kejak-saan dan KPK menyetornya ke mana. Bisa saja ke bank persepsi, atau rekening Bendahara Umum Negara (BUN),” kata Dirjen Perbendaharaan Herry Purnomo di Jakarta,kemarin. Dia menjelaskan, dana pengembalian tersebut dicatat sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Sebab itu mekanisme penggunaannya disesuaikan dengan APBN.

Untuk melacak aliran dana yang masuk,Herry mengibaratkan seperti menghitung garam di laut. “PNBP kan luas. Jadi kalau sudah masuk ke kas Negara,” ujar dia. Kecuali, lanjut Herry, pihak Kejaksaan Agung atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyetorkannya ke rekening BUN di BI, Depkeu akan mudah melacaknya.“Tapi,kalau disetor di masing-masing bank per-sepsi, kita harus lihat dulu.Mereka itu memasukkannya kemana? Kita lacak KPPN-nya (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara, Red),itu di mana?,” ujar dia.

Secara terpisah, Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Hekinus Manao mengatakan, sejak 2006 hingga 15 Mei 2007, uang pengembalian korupsi yang masuk ke kas negara mencapai Rp18,6 miliar. Dana itu berasal dari Kejaksaan Agung dan KPK. Sebelumnya, Jaksa Agung Hendarman Supanji mengatakan, pihaknya akan mengembalikan aset-aset hasil tindak korupsi yang berhasil diamankan senilai Rp3,9 triliun kepada negara. Dari total aset tersebut, sebesar Rp18 miliar telah disetor ke kas negara. Di luar itu, ada yang merupakan milik BUMN, sehingga tidak bisa diserahkan ke kas negara, melainkan harus dikembalikan ke BUMN.

Selain itu, ada juga yang berupa tanah dan rumah.“Itu semua aset-asetnya dihitung oleh BPKP, jumlahnya sekitar Rp3,9 triliun,” kata Hendarman. Di hubungi terpisah Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi menjelaskan, selama ini KPK telah menyetorkan sejumlah aset penyitaan hasil korupsi ke negara melalui Departemen Keuangan (Depkeu) bukan melalui bank tertentu. Penyetoran aset tersebut dilakukan dalam bentuk penerimaan pemerintah bukan pajak (PNBP).”Jadi semua aset yang berhasil disita baik dalam rangka penyidikan semuanya disetorkan melalui Depkeu,” jelasnya. (a yudhistira/sm said)

KY Usulkan Formasi 1 Banding 2

JAKARTA (SINDO) – Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY) Thahir Saimima berpendapat, dalam revisi UU KY yang perlu diperbarui adalah perbandingan calon hakim yang diseleksi KY dengan yang dibutuhkan Mahkamah Agung.

Menurut Thahir, perbandingan yang ideal adalah satu banding dua (1:2). Artinya, bila MA butuh satu hakim agung, KY menawarkan dua calon hakim agung ke DPR untuk dipilih. ”DPR hanya memiliki dua calon hakim agung yang akan dipilih untuk satu kursi di MA. Jika MA butuh dua hakim agung, KY cukup mengirim empat calon hakim agung ke DPR,” katanya saat berdiskusi di redaksi SINDO, kemarin.

Thahir menjelaskan, hal itu lebih baik daripada komposisi yang ada sekarang, yaitu satu banding tiga. Thahir mengatakan, formasi satu banding tiga itu menyulitkan dalam seleksi. Dia pun merujuk pengalaman seleksi hakim agung periode lalu. Saat itu, kata Thahir, calon hakim yang lolos sampai ke DPR sangat sedikit. ”Dengan satu banding tiga, KY harus menyerahkan calon hakim agung lebih banyak ke DPR.

Padahal, calon yang berkualitas itu sangat sedikit,”bebernya. Untuk diketahui, dalam seleksi periode lalu, hakim agung yang lolos seleksi sampai DPR hanya enam calon. Padahal, yang mendaftar hakim agung mencapai 130 orang. Saat itu, KY berpendapat bahwa enam calon yang lolos tersebut adalah hasil dari penyaringan calon yang berkualitas. Akan tetapi, karena komposisi satu banding tiga terpenuhi, DPR pun meminta KY menambah lagi calon hakim agung.

Saat itu, DPR meminta tambahan 12 orang. Kendati demikian,Thahir mengaku,KY tetap memprioritaskan penekanan pada aspek kualitas calon. ”Bisa saja dalam seleksi kali ini tidak tercukupi 12, karena kami mengedepankan kualitas,” katanya. Seperti diketahui, saat ini revisi UU KY sedang digodok oleh Badan Legislasi DPR.Hasil revisi UU itu nantinya akan menjadi pijakan bagi KY menjalankan tugasnya. Revisi dilakukan setelah putusan Mahkamah Konstitusi menganulir kewenangan KY sebagai pengawas hakim. Senada dengan Thahir, Ketua KY Busyro Muqoddas mengatakan tidak ada target kuantitatif dalam seleksi calon hakim agung.

”Kami benarbenar mengedepankan kualitas para calon,” katanya. Bahkan, kata Busyro, untuk membuat seleksi cukup baik, KY memberikan peringatan bagi anggotanya. Busyro mengatakan, anggota KY jangan sampai terkena kasus suap dalam seleksi calon hakim agung. ”Kami bersepakat, jika ada yang main-main dengan seleksi ini akan ada pemecatan,” katanya.( kholil)

Tidak Memiliki Dasar Hukum

JAKARTA(SINDO) – Calon Hakim Agung Achmad Ali menyatakan penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Universitas Hasanuddin (UNHAS) tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

Bahkan, proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Makassar, terdapat banyak kejanggalan. ”Saya dipanggil sekali sebagai saksi atas dugaan korupsi dana SPP.Tetapi saya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyelewengan surat tugas dinas.Ini aneh,”ungkap Achmad Ali di hadapan Komisi III (Hukum) DPR, di Jakarta, kemarin.

Achmad Ali diundang secara khusus oleh Komisi III DPR untuk memberikan keterangan seputar kasus yang menimpa dirinya. Hal itu terkait dengan posisi Achmad Ali sebagai salah satu calon hakim agung yang nantinya harus menjalani fit dan proper test di hadapan Komisi III. Selanjutnya, DPR akan memilih para calon itu untuk ditetapkan sebagai hakim agung.

Kejanggalan lainnya, sebut Mantan Dekan Fakultas Hukum UNHAS ini, dirinya disangkutkan dugaan korupsi SPP akibat penyelewengan yang telah dilakukan pejabat dekan sesudahnya. Padahal,apa yang dilakukan oleh pejabat tersebut tidak memiliki korelasi dengan dirinya. Sementara itu,Wakil Ketua Komisi III DPR M Aziz Syamsuddin mengungkapkan,pemanggilan calon hakim agung ini untuk mendapatkan penjelasan secara langsung persoalan hukum yang dialami calon.

Langkah tersebut untuk menjadi pertimbangan DPR dalam melakukan fit and proper tespara calon hakim agung nantinya. ”Jadi nanti DPR akan memutuskan apakah calon ini bisa mengikuti fit and proper tes atau tidak,”tukasnya. Sebelumnya, anggota Komisi III DPR Gayus Lumbuun berpendapat, DPR tetap melakukan uji kepatutan dan kelayakan terhadap Achmad Ali. Sebab, persoalan itu belum memiliki hukum tetap.

”Proses terus berjalan, persoalan apakah nanti lolos atau tidak itu urusan DPR untuk menentukan hak pilihnya,”terang dia. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Salman Maryadi menyatakan tidak ada kesalahan dalam proses pengusutan dugaan korupsi yang melibatkan Achmad Ali. Semua tahapan telah dilakukan sesuai ketentuan yang diatur dalam KUHAP.( chamad hojin/suwarno)

Sinar Biru Ancam Mata Anak

Keterbatasan pengetahuan orangtua terhadap bahaya sinar biru membuat anakanak rentan mengalami gangguan mata. Bagaimana tidak, aktivitas sehari-hari sang buah hati sangat dekat dengan sumber sinar biru, salah satunya dari layar televisi.

BUKAN perkara sulit menemui seorang anak yang tengah menonton tv. Karena inilah aktivitas yang paling banyak dilakukan anak-anak saat ini. Tidak aneh bila kalangan pendidik, sudah memberikan peringatan terhadap pengaruh buruk terlalu banyak menonton tv terhadap perkembangan seorang anak.

Bukan hanya itu, perkembangan kesehatan mata anak pun ikut terancam. Pancaran sinar dari layar televisi merupakan salah satu sumber sinar biru, selain pancaran sinar matahari, lampu neon,dan komputer.Sinar yang memiliki panjang gelombang cahaya 400–500 nm pada spektrum sinar yang masih dapat diterima mata bisa menyebabkan kerusakan dan menimbulkan luka fotokimia pada retina mata anak.

”Jika hal ini terus berkelanjutan bisa menyebabkan makula degeneratif yang terjadi pada anak saat dewasa,” ujar Konsultan Pediatrik Ophtalmologis/ Spesialis Mata Anak Departemen Mata FKUI/ RSCM dr Rita S Sitorus PhD SpM(K) di Jakarta, belum lama ini. Dalam jangka waktu pendek, dampak sinar biru dapat mengganggu kerja retina sehingga menghambat proses pembelajaran melalui mata.

Sinar biru merupakan sinar proses pembelajaran melalui mata yang bersifat paling merusak dan dapat mencapai retina. Bayi dilahirkan dengan lensa yang relatif jernih atau bening yang secara bertahap dan alami berubah menjadi kuning sejalan dengan usia. Risiko terbesar kerusakan akibat sinar biru yaitu sekitar 70%– 80% sinar biru dapat mencapai retina pada usia 0–2 tahun dan 60%–70% pada usia 2 hingga 10 tahun. Adapun sinar biru yang mencapai retina pada usia 60 hingga 90 tahun hanya mencapai 20%.

Untuk memberikan perlindungan terhadap bahaya sinar biru harus dilakukan sedini mungkin,salah satunya dengan asupan lutein. ”Lutein dapat membantu melindungi mata, terutama retina, dari kerusakan dengan cara menyaring sinar biru dan juga berperan sebagai antioksidan dengan cara menetralisasikan radikal-radikal bebas,” ungkap Rita S Sitorus. Menurut dia, bagian luar fotoreseptor di dalam retina adalah bagian yang cenderung mudah terkena peroksidasi karena tingginya asam lemak.

Bagian luar fotoresptor inilah yang tinggi akan lutein. Lutein berperan sebagai antioksidan dan memberi perlindungan pada mata. Tubuh tidak dapat mensintesakan lutein. Karena itu kebutuhan lutein harus disuplai dari luar tubuh, salah satunya dari makanan seperti sayuran, buah, suplemen, dan terutama ASI. Namun, bahan makanan yang mengandung lutein biasanya tidak disukai, dan jarang dikonsumsi bayi dan batita. Hasil penelitian menunjukkan, hanya sekitar 10% anak yang mengonsumsi sayuran dan buah-buahan setiap hari.

Kecukupan lutein pada makanan dapat membantu menjamin perkembangan mata yang sehat pada bayi dan anak. Mata merupakan salah satu indra penting bagi proses belajar. Konsultan Neurologi pada Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM dr Dwi Putro Widodo SpA(K) Mmed mengatakan, fungsi penglihatan (visual) adalah salah satu bagian dalam perkembangan kognitif.

Perkembangan visual adalah jendela dalam sistem kecerdasan dan menjadi petunjuk penting bagi kebutuhan nutrisi otak. ”Ada beberapa nutrisi penting untuk menjaga kesehatan mata, yaitu Vitamin A, AADHA, Taurine, dan Lutein. Lutein adalah jenis karotenoid alami yang dapat membantu melindungi mata bayi dan batita yang masih peka dari bahaya sinar biru. Lutein terdapat pada ASI dan juga sumber makanan lain, seperti sayuran hijau dan buah berwarna kekuningan,” ujarnya.

Pada 2004, Badan Pengawasan Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA-US) menyetujui ketentuan dari pengakuan umum tentang keselamatan (GRAS) bagi lutein dari Tagetes erecta I.

Sebagai zat nutrien bagi makanan bayi dan susu formula. Setahun kemudian, Komite Evaluasi Gabungan untuk Zatzat Tambahan pada Makanan (ZECFA) dari WHO/CODEX menetapkan bahwa lutein dari bunga marigold aman digunakan sebagai suplemen nutrien bagi makanan.WHO menetapkan asupan harian yang diperoleh (Allowable Daily Intake/ADI) sebanyak 2 mg per kg berat tubuh per hari, yang ribuan kali lebih besar daripada kadar yang terdapat pada susu formula.

Rabun Jauh Dominan Diturunkan

KACAMATA kini sudah bukan barang aneh bagi anakanak. Pada usia belia, banyak ditemui anak berkacamata, salah satunya akibat menderita mata minus. Untuk mengantisipasi agar mata anak tetap sehat dan tidak menjadi minus, orangtua harus jeli mengenali gejala yang terjadi.

Hal ini karena sering kali anak belum dapat mengutarakan keluhan saat daya penglihatannya menurun. Menurut Ophthalmologist dari Jakarta Eye Center (JEC) dr Iwan Soebijantoro SpM, rabun jauh (myopia) atau mata minus adalah kondisi organ bola mata lebih panjang dari ukuran normal sehingga bayangan sinar tidak sampai tepat di pusat penglihatan (makula).

”Kelainan sumbu bola mata hanya bisa dinormalkan dengan mengoreksi sumbu bola mata agar bayangan sinar bisa tepat diterima makula atau disebut juga gangguan refraksi (membentuk bayangan),”sebutnya. Untuk mengatasi masalah rabun jauh, maka diberikan lensa pembantu (lensa minus). Semakin terlalu panjang sumbu bola mata, semakin jauh bayangan jatuhnya di depan retina.Akibatnya, makin besar pula minus lensa bantuan yang diperlukan.

”Rabun jauh bukanlah penyakit, melainkan bawaan faktor keturunan. Namun, ada juga yang tidak, tapi sampai sekarang belum diketahui secara pasti penyebabnya,” kata Iwan. Penyebab rabun jauh akibat faktor keturunan, artinya tipikal organ mata orangtua akan menurun pada anak.Jadi, jangan salahkan anak jika dia menonton TV atau membaca dalam jarak terlalu dekat.

Kemungkinan anak memang memiliki kelainan organ bola mata yaitu rabun jauh sehingga tidak bisa melihat secara jelas.Ada baiknya segera lakukan pemeriksaan mata ke dokter mata terdekat. ”Orangtua terkadang salah kaprah, menganggap rabun jauh akibat dari menonton terlalu dekat. Padahal karena anak memang sudah tidak bisa melihat secara jelas,” paparnya. Iwan menambahkan, mitos bahwa vitamin A dapat menurunkan minus atau mencegah rabun jauh tidaklah benar.

Sumber vitamin A seperti wortel dan lainlainnya bermanfaat bagi sel-sel di layar retina (bagian belakang bola mata), tempat bayangan yang dilihat akan ditangkap lalu dikirimkan ke otak untuk ditafsirkan. Sel-sel retina, selain menangkap penglihatan terang- gelap, juga menafsirkan warna. Jika penyebab kelainan mata adalah gangguan sel-sel saraf retina, masuk akal jika wortel bisa membantu.Namun, rabun jauh lebih sering disebabkan oleh kelainan sumbu bola mata.

Satu-satunya cara agar anak dapat melihat normal adalah dengan memakai kacamata minus.”Berapa pun usia anak,jika sudah divonis harus memakai kacamata, sebaiknya rutin dipakai,” tegasnya. Seorang anak yang divonis mata rabun jauh,khususnya minus tinggi hingga 4–5,namun tak mulai memakai kacamata, akibatnya saraf mata tidak terangsang untuk melihat atau menjadi kerdil yang sering disebut dengan mata malas (lazy eye).

”Jika sudah demikian, mata tidak mampu melihat secara normal meski sudah dibantu dengan kacamata minus,’’ kata Iwan. Penggunaan kacamata juga tidak boleh sembarang. Anak-anak sebaiknya gunakan kacamata dari plastik dan hindari menggunakan lensa kontak, apalagi jika anak masih belum bisa menjaga kebersihan. Biasakan anak untuk mengistirahatkan mata seperti membaca dengan cahaya cukup,istirahat melihat jarak jauh atau menghentikan sejenak kegiatan yang memerlukan penglihatan jarak dekat. (lenny handayani)

Pertimbangkan Unsur Psikologis Pascatindakan

SEBUAH penelitian mengungkapkan wanita yang melakukan operasi pembesaran payudara melalui implan, tiga kali lebih banyak yang memutuskan untuk bunuh diri pada beberapa tahun pertama setelah operasi dibandingkan orang yang tidak dioperasi.

Data tersebut dikeluarkan para peneliti di Amerika Serikat dan Finlandia yang melakukan studi terhadap 2.166 wanita yang melakukan operasi payudara selama 30 tahun. Hasil dari penelitian tersebut dipublikasikan dalam judul ”Annals of Plastic Surgery” di Amerika. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa kecenderungan bunuh diri para wanita yang melakukan operasi payudara tersebut berkaitan dengan masalah psikologis yang dihadapi, seperti rasa percaya diri yang rendah, dismorfia tubuh atau depresi.

Hasil penelitian kemudian menekankan pentingnya para ahli bedah plastik melakukan pendekatan secara psikologis kepada pasien sebelum menjalani prosedur operasi. Hal tersebut juga ditekankan dr Irena Sakura Rini SpBp dari RS Kanker Dharmais. Dia mengatakan, sering kali pasien yang datang untuk melakukan operasi plastik harus ditolak karena alasan yang tidak tepat.

”Misalnya, ada ibu-ibu yang ingin operasi payudara agar suaminya tidak pergi atau selingkuh. Alasannya tidak bisa diterima, biasanya saya akan tolak pasien dengan alasan ini. Jika saya terima, nantinya ia terus saja tidak puas dengan hasil operasi dan ingin melakukan operasi lainnya,” sebut dr Irena. Selain itu, alasan ikut-ikutan atau tren juga tidak bisa diterima untuk melakukan operasi plastik. Dia mencontohkan, salah satu selebriti yang melakukan prosedur operasi estetik yaitu tummy tuck.

Kemudian, banyak orang yang ingin ikut melakukannya. Untuk pasien yang akan menjalani operasi plastik estetik memang diharuskan berkondisi sehat. Biasanya, dokter juga akan menganjurkan pasien untuk menurunkan berat badan dan memperbaiki bentuk tubuh melalui olahraga dan diet. Jika hal-hal tersebut tidak juga membuahkan hasil,baru dilakukan prosedur operasi. Irena juga menganjurkan agar pasien tetap menerapkan pola hidup sehat setelah operasi.

Sebab, bukan tidak mungkin gelambir-gelambir di perut bisa timbul kembali. ”Operasi memang hanya butuh waktu 4–5 jam.Namun, kalau pola hidupnya tidak sehat, ya bisa saja kembali lagi,” tegasnya. Mengenai operasi pembesaran payudara, biasanya dengan menanamkan implan pada payudara di balik kulit atau otot. Jaringan susu masih tetap utuh. Jika wanita tersebut hamil, maka jaringan susu tetap membesar dan fungsinya tidak terganggu. Setelah dilakukan bedah plastik rekonstruksi maupun estetika, seluruh organ reproduksi yang dibenahi dapat berfungsi kembali seperti sediakala.

”Misalnya, wanita yang menjalani bedah plastik payudara akan tetap dapat berfungsi untuk menyusui anaknya. Hal ini karena implan diletakkan di bawah kelenjar air susu. Begitu pula dengan sedot lemak pada perut,” kata dr Irena. (ririn s)


Pemalsu Obat Ditangkap

Image

DISITA, Polisi menggelar barang bukti ribuan obat palsu dan perangkat press label di Polres Jember, kemarin.

JEMBER (SINDO) – Peracik obat palsu kembali ditangkap. Petugas kepolisian yang sudah lama mengincar tersangka Jubaidi bin Jari,akhirnya langsung menyergap peracik obat itu di rumahnya di Desa Jombang,Kec Jombang.

Alhasil, ribuan obat palsu dari berbagai jenis disita dari tangan tersangka. Dari pria berusia 40 tahun itu, polisi juga mengamankan tiga perangkat impuls press buatan pabrik dan satu unit buatan sendiri. Selain itu,ratusan lembar label palsu dan sejumlah obat yang sudah dikemas dan siap edar itu juga dijadikan barang bukti perbuatan kriminal.

Jubaidi saat dimintai keterangan polisi mengaku sudah membuat dan mengedarkan obat palsu sejak 2003 lalu.”Saya bikin sendiri dari obat-obatan yang saya beli dari apotek dan toko obat di Lumajang dan di daerah Mangli,Jember,”kata Jubaidi, yang hanya tamatan madrasah tsanawiyah ini,kemarin. Dia juga mengatakan obatobat asli itu dibeli dalam jumlah besar.

Kemudian, obat-obat tersebut diracik dan diecerkan sendiri dengan menggunakan label palsu.Obat yang dia palsukan itu mulai dari jenis obat kuat pria hingga pil KB sampai jamu tradisional antipusing dan pegal. Di antara obat yang dipalsukan itu adalah 2 boks Novabek,1 boks Paracetamol,1 boks Remacop, 1.000 butir pil KB, jamu pegal linu, serta masing-masing 1 boks vitamin B1 dan vitamin C.

Dia juga meracik obat tradisional dari bahan serbuk jamu dan dibungkus dalam ukuran kecil. Obat-obatan palsu tersebut dijual di sejumlah toko di Lumajang dan Jember. Kepala Urusan Pembinaan dan Operasi Narkoba Polres Jember Inspektur Satu Totok Subagio mengatakan, tertangkapnya Jubaidi berkat laporan warga. (p juliatmoko)

Pembudayaan Teknologi Bangsa

Manusia, sekarang ini menunjukkan jati dirinya sebagai makhluk cerdas yang mampu mengubah wajah dunia menjadi berbagai bentuk dengan latar belakang untuk kemanusiaan atau kesejahteraan dirinya.

Tidak dapat dimungkiri juga bahwa dengan alasan untuk kesejahteraan hidupnya, sering pula apa yang dilakukannya ternyata membahayakan eksistensi dari dunia atau lingkungan alam yang selanjutnya juga membahayakan eksistensi dari kehidupan manusia itu sendiri.Padahal,jika kita lihat pada perkembangan sejarah pembudayaan manusia, hal tersebut tidak perlu terjadi. Mengapa?

Karena proses pembudayaan manusia ternyata mengikuti suatu tahapan zaman yang sebenarnya bersifat menerus, yang mana zaman berikutnya hanya dapat tumbuh sesudah melalui penguatan jaman sebelumnya. Kita saat ini hidup di zaman yang kita sebut sebagai zaman teknologi informasi dan komunikasi.Apakah zaman tersebut datang begitu saja? Ternyata tidak, tetapi melalui proses yang panjang dan bersifat menerus. Marilah kita menengok ke belakang sejarah perkembangan budaya manusia hingga sampai ke zaman teknologi informasi dan komunikasi.

Pada dasarnya, manusia mulai mengembangkan budaya secara terstruktur, serta mengikuti ”kaidah keilmuan”, yang dapat kita bagi dalam empat tahapan. Tahap pertama dimulai pada zaman sebelum zaman pertengahan (renaissance). Pada zaman itu, manusia keilmuan yang biasa kita kenal sebagai ilmu filsafat dan agama juga tumbuh pada zaman-zaman tersebut. Tahap kedua dimulai dengan zaman yang mengembangkan ilmu-ilmu dasar seperti matematika, fisika, kimia, dan biologi.

Ilmu-ilmu ini hanya mungkin dikembangkan setelah manusia menguasai ilmu secara filsafatis untuk kesejahteraan manusia atau kemanusiaan. Jadi keilmuan sebelumnya yang digunakan sebagai dasar harus bersifat lebih kukuh. (untuk catatan hingga sekarang jenjang akademik tertinggi masih menggunakan sebutan PhD (doctor of philosophy). Tahap berikutnya dilanjutkan dengan zaman yang kita kenal sebagai revolusi manusia. Revolusi industri ini dimulai dengan ditemukannya mesin uap oleh James Watt.

Dengan berbasis kepada mesin inilah, manusia mampu membuat berbagai macam produk maupun berbagai alat untuk memenuhi kesejahteraan hidupnya maupun melakukan eksplorasi lebih lanjut kepada alam semesta. Hasilnya ternyata sangat luar biasa, berbagai alat untuk transportasi diciptakan, berbagai produk untuk menunjang kerja manusia dan hubungan sosial antar manusia maupun manusia dengan alam juga berhasil dibuat. Catatan penting yang harus kita pahami ialah bahwa ini semua hanya dapat dicapai sesudah melalui penguasaan ilmu pengetahuan dasar dengan kukuh.

Di sisi lain, juga berhasil diciptakan berbagai alat untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya bumi secara besar-besaran. Jika tidak terkendali, tentunya sangat membahayakan lingkungan bumi, dan tentu sangat membahayakan keberadaan bumi sendiri. Kenyataannya, terjadi juga penggunaan sumber daya bumi yang berlebihan, sehingga mengakibatkan keseimbangan lingkungan bumi rusak, misalnya pemanasan global akibat efek rumah kaca.

Bahkan sekarang ini perubahan iklim global telah terjadi.Selain itu, jangan lupa bahwa manusia juga berhasil menciptakan berbagai alat perang penghancur massal untuk memenuhi ambisinya, ini tentunya sangat berbahaya bagi kemanusiaan.Apa yang dihasilkan manusia itu termasuk membuat alat komunikasi dan komputasi sangat canggih yang disebut komputer.

Semua sisi perkembangan negatif ini tentu tidak perlu terjadi jika piramida pembudayaan manusia menjadi acuan,karena semua tindakan kita didasari pengetahuan filsafat dan agama yang kokoh karena manusia menjadi makhluk yang beretika atau berbudi pekerti. Tahap ketiga adalah zaman di mana basisnya ialah penggunaan teknologi komputasi dan komunikasi secara intensif.

Sesudah kemajuan yang dihasilkan teknologi yang berbasis pada mesin ini, dilanjutkan dengan tambahan basis teknologi informasi dan komunikasi, ternyata kemajuan yang telah dicapai oleh zaman industri menjadi berlipat ganda. Perubahan sinyal dari analog ke digital memungkinkan perubahan perangkat keras dari skala besar menjadi sangat kecil.Sementara jumlah data yang dikelola dan diolah dari sedikit menjadi sangat besar. Dengan demikian, produk apa pun yang dihasilkan akan berlipat ganda dari sisi jumlah maupun kemampuan.

Bayangkan jika ini adalah kemampuan untuk merusak alam semesta maupun kemanusiaan. Tahap berikutnya yang mulai dikembangkan manusia ialah menggunakan proses maupun material yang bersifat biologi. Mengapa? Karena ini ramah lingkungan. Budaya ini hanya mungkin dikembangkan jika semua ilmu pengetahuan dan teknologi dari zaman yang dilewati harus makin diperkuat, karena hanya dengan penguasaan ilmu dasar yang sangat kukuh dan kemampuan permesinan yang kuat serta penguasaan teknologi informasi dan komunikasi yang mantap, teknologi bio bisa dikembangkan.

Namun demikian jika hal ini tidak didasari oleh pengetahuan filsafat/ agama yang baik niscaya bahkan akan merugikan umat manusia. Dengan mengacu pada pola sejarah pembudayaan manusia tersebut, marilah kita lihat bagaimanakah dengan pola yang terjadi di Republik Indonesia tercinta ini. Kita telah mencanangkan sebagai bangsa yang beragama, sehingga tentunya juga bisa diasumsikan menguasai etika dan budi pekerti dengan baik. Selanjutnya bagaimanakah dengan penguasaan ilmu dasar kita? Kita harus pertanyakan,karena berdasarkan pengalaman penulis para siswa maupun mahasiswa di Indonesia masih takut akan ilmu dasar ini.

Padahal, bangsa yang sekarang maju dengan pesat biasanya menguasai ilmu dasar dengan baik, contoh bangsa Jepang, China dan India, sudah tentu bangsa Eropa maupun Amerika Utara. Selanjutnya, bagaimanakah penguasaan kita tentang permesinan? Tampaknya inilah titik lemah kita semua hampir semua mesin produksi kita adalah impor, bagaimana mungkin kita bisa membuat produk yang hanya kita inginkan kalau tidak bisa membuat mesin sendiri? Oleh karena itu,jangan heran jika jarum pun kita mengimpor, karena memang tidak bisa membuat mesin jarum?

Bagaimanakah dengan produk teknologi informasi dan komunikasi? Berbagai perangkat keras kita mampu mendesain,namun jika akan diproduksi secara massal,yang harus memenuhi standar yang sama harus dibuat dengan mesin. Sementara itu, mampukah kita membuat mesin untuk memproduksinya? Selanjutnya,apa yang akan terjadi jika kita harus masuk dalam zaman biologi (tahap keempat) di masa mendatang?

Jawabannya sederhana,yaitu kita harus menguasai ilmu dasar dengan kukuh, mampu membuat mesin untuk memproduksi barang atau alat yang kita butuhkan, dan menguasai teknologi informasi dan komunikasi dengan baik. Namun agar berguna bagi kemanusiaan dan keberlanjutan lingkungan, bumi dan alam semesta pengetahuan agama yang kukuh dan benar harus menjadi dasar.

Ternyata sejarah akan menentukan masa depan kita. Dengan demikian, pembangunan bangsa Indonesia ke depan sudah sewajarnya mengikuti pola piramida perkembangan budaya manusia sebagai acuan.Jika ini digunakan,kita akan dapat melihat berbagai kelemahan kita, misalnya penguasaan ilmu dasar, penguasaan teknologi permesinan maupun pengembangan dasar keagamaan kita sebagai karunia Allah untuk kemanusiaan. * Rektor ITB, Guru Besar Teknik Geofisika ITB

Djoko Santoso

Antara Ketakutan dan Kearifan

Menarik untuk diperhatikan bagaimana media memaknai pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ketika memberikan sambutan di hadapan ribuan jamaah pengajian Majelis Ta’lim Al- Habib Al-Habsyi, Islamic Center Indonesia, Kwitang, Jakarta, yang juga diliput berbagai media.

Ada pihak yang memaknainya sebagai pernyataan apologetik yang sarat nuansa politis. Pihak lainnya menilai, pernyataan itu sebagai ungkapan jujur dari seorang umara kepada ulama dalam menanggapi berbagai tudingan yang selama ini dialamatkan kepada dirinya. Kalangan ulama, khususnya yang hadir di dalam majelis itu menilai bahwa langkah Presiden yang terkesan lamban dan hati-hati, bukanlah tindakan penakut atau peragu, melainkan model kearifan seorang ”Bapak” terhadap anak-anaknya. Konteks pernyataan Presiden sebetulnya terkait dengan taushiyah dari Ustadz Maulana Kamal yang disampaikan sebelumnya yang menyatakan ada tiga macam orangtua.

Pertama orangtua biologis, yakni bapak dan ibu kita, kedua orangtua intelektual,yakni para guru, dan ketiga orangtua yang berfungsi pemimpin bangsa, dalam hal ini Presiden SBY mempunyai ratusan juta ”anak” dengan berbagai watak dan karakternya masing-masing. Dalam konteks inilah Presiden menyatakan bahwa memenej anak-anak bangsa yang sedemikian kompleks itu tidak lebih sederhana dibandingkan memenej anakanak biologis atau anak-anak intelektual kita. Sikap kearifan dan nuansa ketakutan atau keraguan terkadang memang sulit dibedakan pada diri seseorang, apalagi kalau orang itu figur politik.

Kalangan ulama,khususnya yang hadir pada hari itu, kelihatannya yakin betul bahwa SBY bukanlah figur antagonistik yang bisa memiliki dua wajah dalam waktu bersamaan.Sambutan tanpa teks itu seolah mengalir dari sanubari yang dalam dan tidak heran kalau juga mendarat di lubuk hati yang mendalam. Dalam bahasa sufistiknya ”ma kharaja minal qalb waqa’ah fil qalb” (sesuatu yang keluar dari jiwa yang mendalam akan diterima di dalam hati secara mendalam). Orang lain boleh saja menilai macammacam, tetapi penampilan Presiden di pagi hari itu betul-betul memukau para hadirin. Bahasa orang arif dan bahasa orang takut tidak terlalu susah untuk dibedakan.

Antara Khasyy dan Khauf

Dalam bahasa Alquran, seseorang takut kepada Tuhan (Khaliq) diistilahkan dengan khasyy, seperti firman Allah ”Inna ma yakhsya Allah min ‘ibadih al- ‘ulama’” (sesungguhnya yang paling takut terhadap Allah dari hambanya ialah para ulama). Sedangkan takut kepada makhluk Tuhan diistilahkan dengan khauf, seperti takut kepada halilintar, binatang buas, hantu, dan rekayasarekayasa jahat manusia. Pernyataan Presiden yang menyebutkan

”Saya tidak pernah takut mengambil keputusan. Saya hanya takut jika keputusan yang diambil melanggar larangan Tuhan, melanggar konstitusi, undang-undang, dan peraturan yang telah disepakati karena saya tahu dampaknya sangat jauh, bukan hanya menyangkut diri saya pribadi, tetapi menyangkut ratusan juta jiwa bangsa Indonesia”, dinilai kalangan ulama mengindikasikan ketakutan kepada Al-Khaliq, yakni takut terhadap Tuhan karena mengingat besarnya risiko yang harus ditanggung jika sebuah kebijakan itu keliru.

Bukan hanya berisiko pada diri sendiri,tetapi pada umat,warga bangsa, di dunia sampai di akhirat. Seorang yang takut kepada Allah (khasyy) bisa menampilkan keberanian untuk menghadapi siapa pun yang tidak sejalan dengan kaidah dan norma amanah yang diemban.Sehubungan dengan ini,menarik dikaji pernyataan Presiden pada hari itu bahwa tidak akan pernah takut menegakkan kebenaran, termasuk menghukum mereka yang terbukti bersalah.

Sebaliknya seorang yang takut kepada makhluk Allah (khauf) berani melanggar ketentuan Allah demi menyenangkan makhluk Allah. Dalam perspektif keagamaan, seorang pemimpin memang sebaiknya lebih mengedepankan rasa takut kepada Tuhan ketimbang rasa takut kepada makhluk Tuhan. Jangan dibalik, rasa takut kepada makhluk mengalahkan rasa takut kepada Tuhan.

Ketakutan, Keraguan, dan Kearifan

Ketakutan dan keraguan lebih berkonotasi negatif karena berpotensi melahirkan sikap ketidakpastian, kebimbangan dan keraguan.Seolah-olah tidak punya arah dan visi yang jelas dan tegas. Sikap seperti ini membuat orang lain penasaran dan tentu saja dampaknya tidak menguntungkan semua pihak, bukan saja masyarakat dan pemerintah, tetapi juga diri yang bersangkutan.

Sedangkan kearifan lebih berkonotasi positif karena demi kemaslahatan umum, maka sebuah kebijakan betulbetul dipertimbangkan secara matang. ”Keputusan dan kebijakan pemerintah harus rasional dan tidak boleh emosional, tidak boleh grusa-grusu”. ”Saya tidak mau mengulang kesalahan fasis yang mengidentikkan dirinya dengan negara (L’etat C’est Moi),saya harus menjadi bagian dari negara yang tunduk pada konstitusi dan UU”. Kutipan Presiden ini jelas menunjukkan kearifan dan kenegarawanan yang patut dihargai. Kearifan itu sendiri berasal dari bahasa Arab, dari akar kata árafaya’rifu, berarti memahami secara mendalam.

Seakar kata dengan ma’rifah berarti pengetahuan yang diperoleh melalui olah batin. Berbeda dengan ilmu (’ilm) pengetahuan yang diperoleh melalui olah nalar dan terkadang spekulasi. Pemimpin yang bijak memang seharusnya mengombinasikan antara ilmu dan ma’rifah. Presiden mengutip idealisasi sebuah umat dengan mengutip ayat Alquran, yaitu umat yang tangguh dan amanah (al-qawiyy al-amin). Presiden memaparkan gagasannya jauh ke depan, jauh melampaui periode kehidupan anak manusia karena beliau menggagas umat seperti apa yang dibutuhkan dalam era milenium ketiga ini. Jadi jelas sekali perbedaan antara sikap arif dan sikap penakut atau peragu.Jika kita belum bisa menjadi orang arif, respeklah kepada orang arif. (*)

NASARUDDIN UMAR Rektor Perguruan Tinggi Ilmu Alquran (PTIQ), Jakarta

Lahan Gratis bagi si Miskin

TANAH merupakan unsur dasar semua kegiatan ekonomi. Tanah menjadi lahan pertanian atau perkebunan, bisa juga menjadi tempat berdirinya pabrikpabrik ataupun bangunan-bangunan tempat penyedia jasa.

Hampir semua kegiatan ekonomi melibatkan tanah. Oleh karena itu, wajar jika sejumlah kalangan menyambut gembira rencana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memberikan lahan gratis bagi rakyat miskin. Ini membuktikan Presiden masih memiliki kepedulian pada rakyat kecil. Akan tetapi, terdapat pula sejumlah pihak yang menyambut rencana Presiden SBY dengan nada pesimistis.

Mereka berkaca pada kebijakan pemerintahan SBY-Kalla yang lalu, sering tidak jelas, akhirnya hilang ditelan masa. Apalagi, pemberian tanah gratis ini akan menguras dana APBN yang tidak sedikit jumlahnya. Apakah SBY berani mengambil tindakan berani ini, mengingat kebijakan pemerintahannya yang cenderung gencar memprivatisasi dan tidak mau menyubsidi kebutuhan publik, seperti BBM, listrik, dan telepon dengan alasan memberatkan APBN? Kalaupun berhasil direalisasikan, dikhawatirkan salah sasaran atau disalahgunakan.

Pemberian tanah gratis bagi orang miskin bukanlah sesuatu yang sulit dilakukan atau terlalu mewah. Mudah saja bagi negara asal memiliki itikad baik untuk rakyatnya. Indonesia memiliki lahan yang luas dan subur yang belum sepenuhnya dioptimalkan.

Di Pulau Jawa terdapat 300.000 hektare (ha) lahan kering terbengkalai dan sekitar 11 juta ha tanah kering untuk seluruh wilayah Indonesia. Sebagian besar berupa tanah tidur. Jenis tanah lain yang bisa diusahakan yaitu lahan lebak dan pasang-surut yang mencapai 20.19 juta ha, 9.5 juta ha di antaranya berpotensi untuk pertanian. Negara tinggal mengoptimalkannya dengan mencari teknologi budi daya yang tepat.

Untuk mencegah terjadinya kasus penyalahgunaan, pemerintah perlu membuat sejumlah aturan yang jelas dan detail, tidak ada yang tumpang tindih antarlembaga. Hal ini sekaligus untuk mencegah terjadi kasus sengketa tanah seperti kasus tanah Meruya Selatan, Jakarta Barat, di kemudian hari. Proses pemberian tanah pada rakyat pun harus dilakukan secara transparan dan terbuka bagi siapa saja dengan batas-batas tanah yang jelas dan kriteria penerima yang jelas pula.

Jangan sampai terulang lagi kasus nama fiktif bagi penerima tanah gratis, karena ini selain menjatuhkan kredibilitas pemerintah, juga akan membuat banyak rakyat miskin gigit jari. Harapan rakyat ke depan, pemberian tanah gratis untuk rakyat miskin ini dapat secepatnya direalisasikan dan proses pengurusannya dipermudah, tidak dengan birokrasi yang rumit.

Pada saat ini pemberian tanah gratis ini sangat dibutuhkan untuk menggerakkan dan menggairahkan roda perekonomian riil negara kita yang mengalami stagnanisasi. Selain itu, juga berpeluang menciptakan lapangan baru dan menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran. Dengan demikian, problematika kita seputar kemiskinan, kebodohan, dan pengangguran bisa secepatnya terselesaikan.(*)

SITI DEWI N.A.
Pengurus Forsita, Mahasiswi Fakultas Peternakan IPB

”Memeras”Rakyat Melalui Perda

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan Mardiasmo di Jakarta, Senin (21/5) menyebutkan, hingga 21 Mei 2007, sebanyak 1.366 peraturan daerah (perda) tentang pajak dan retribusi diduga disembunyikan pemerintah daerah dan tidak dilaporkan ke Departemen Keuangan karena menghindari sanksi pembatalan terhadap perda tersebut.

Lebih jauh lagi ditegaskan, daerah-daerah yang telah ”menyembunyikan” perda tersebut akan diberi sanksi berupa penangguhan dana alokasi umum (DAU). Sudah dapat dipastikan perda-perda yang disembunyikan tersebut menjadi faktor penting terjadinya high cost ability di daerah yang ujung-ujungnya pajak dan retribusi akan berbanding terbalik dengan pelayanan yang diberikan.

Pajak dan retribusi semakin melangit, sedangkan pelayanan makin dilupakan. Perda tentang pajak asal komoditas misalnya.Beberapa daerah dulunya memiliki perda seperti ini.Walaupun mayoritas sudah dibatalkan Depdagri, tidak tertutup kemungkinan perda seperti itu masih ada dan berlaku karena tidak pernah dilaporkan ke pemerintah (pusat). Pascapemberlakuan Undang-undang Nomor 32/2004, ”memeras” rakyat melalui perda adalah cara yang paling gampang dan cepat untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Ini dibuktikan dengan kenyataan yang ada bahwa perda yang dihasilkan dalam tiga tahun terakhir kebanyakan adalah perda menyangkut pajak dan retribusi. Selain langkah ini sebagai bentuk kemunduran dari pencanangan otonomi luas, perda-perda yang mengatur masalah pajak dan retribusi adalah bentuk tidak ”cerdasnya” pemerintahan daerah bersangkutan dalam melakukan inovasi (terobosan) sebagai upaya meningkatkan PAD,tanpa ”memeras”rakyat melalui perda. Lalu, siapakah yang mesti bertanggung jawab atas perda-perda yang disembunyikan tersebut?

Apakah gubernur, bupati, dan wali kota daerah bersangkutan, ataukah DPRD? Bagi daerah yang tidak melaporkan perda yang menyangkut tentang pajak dan retribusi,alasannya amat sederhana. Yakni untuk menghindari dibatalkannya oleh pemerintah (pusat). Bila asumsi ini yang terjadi, tentunya ketika perda tersebut disusun, daerah tersebut sudah memperkirakan bahwa substansi dari rancangan perda yang sedang disusun dapat dibatalkan sehingga langkah untuk tidak melaporkan perda tersebut dianggap langkah yang paling ”aman”.

Langkah menyembunyikan perda semakin menjadi pilihan di saat tidak adanya aturan tegas yang mengatur sanksi ataupun implikasi langsung jika perda tentang retribusi dan pajak tidak dilaporkan. P i l i h a n untuk ”menyembunyikan” perda dapat dengan mudah dilakukan bila proses pembentukannya dilakukan tidak secara transparan dan mengesam-pingkan prinsip-prinsip pembentukan peraturan perundang-undangan. Pascapengesahan oleh kepala daerah dan dimuat dalam lembaran daerah, proses publikasinya pun cenderung dilupakan.

Sehingga publik dan pemerintah pusat (c.q. gubernur) terkelabui. Kondisi ini diperparah lagi dengan tidak adanya mekanisme pengawasan yang ketat dari gubernur terhadap perda kabupaten/kota. Apalagi bagi daerah kabupaten/kota yang memiliki hubungan ”buruk” dengan gubernur daerah tersebut. Realitas ini menjadi faktor pendorong bagi daerah untuk tidak melaporkan perdaperda yang dihasilkan.

Selama ini, langkah pengawasan yang dilakukan gubernur hanya sebatas verifikasi sah atau tidaknya sebuah perda yang sudah disetujui bersama antara DPRD dan bupati/wali kota. Gubernur nyaris tidak memiliki database yang akurat dan up to date, menyangkut raperda yang sedang dibahas atau akan disusun di daerah. Misalnya, berapa raperda yang sedang dibahas di bagian hukum kota X dan yang akan diajukan ke DPRD atau berapa jumlah raperda yang sedang dibahas di DPRD X, data-data tersebut tidak akan bisa kita temukan di pemda provinsi kota yang bersangkutan.

Data-data tersebut amat penting bagi pemprov sebagai alat kontrol atas legislasi di daerah kabupaten/kota. Pola ”jemput bola” (tidak sebatas verifikasi) menjadi strategi yang mesti ditempuh sebelum kebijakan untuk ”menyembunyikan” perda menjadi kebiasaan. Artinya, mekanisme kontrol yang dilakukan pemprov selama ini harus diubah total. Jadi, amat penting ke depan dibangun pola baru dalam bentuk pengawasan yang lebih ketat dari gubernur terhadap proses legislasi di daerah (kabupaten/ kota).

Setiap daerah yang akan membahas raperda,khususnya yang menyangkut masalah pajak dan retribusi harus memberitahukan dulu kepada gubernur. Tujuannya, bukan untuk melakukan intervensi terlalu mendalam, tetapi melakukan pengawasan guna mengoptimalkan proses legislasi yang sedang terjadi agar perda-perda yang dihasilkan tidak lagi ”disembunyikan”oleh pemerintahan daerah yang bersangkutan. Di samping itu, bila dibaca Undang- Undang No 10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, penyusunan perda mesti memperhatikan asas keterbukaan.

UU 10/2004 menjelaskan bahwa asas keterbukaan adalah bahwa dalam proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan yang bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan. Artinya,gubernur dengan kewenangan yang dimilikinya dapat membatalkan perda yang disusun tanpa memperhatikan asas keterbukaan. Kita berharap, setidaknya dalam jangka pendek, upaya ”memeras” rakyat melalui perda dapat dihindari. * Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang

Suharizal, SH, MH

Tuesday, May 29, 2007

KERAJAAN SRIWIJAYA I


Pada abad ketujuh, muncul sejumlah berita tertulis yang menginformasikan adanya Kerajaan Buddha yang perkasa, bernama Sriwijaya.

Dari prasasti yang ditemukan di Sumatera dan Bangka. diperoleh beberapa keterangan. Tiga prasasti yang ditemukan di dekat Palembang menceritakan berdirinya Kerajaan Sriwijaya pada tahun 683 Masehi. Pusat kerajaan ini terletak di dekat kota Palembang sekarang. Adapun prasasti yang dimaksud adalah prasasti Kedukan Bukit, Talang Tuwo, dan Telaga Batu. Selanjutnya dari prasasti di Bangka dan Jambi dapat ditarik kesimpulan bahwa Sriwijaya meluaskan wilayah kekuasaannya sampai ke Bangka dan Melayu. Prasasti yang ditemukan di Bangka adalah prasasti Kota Kapur, sedangkan yang di Jambi bernama prasasti Karang Berahi.


Prasasti Kedukan Bukit
Di samping itu, sumber pengetahuan kita tentang Sriwijaya juga berasal dari catatan-catatan Cina dan Arab. Catatan yang terkenal misalnya dari I-tsing, seorang pendeta Buddha Cina, dan dari Raihan at Biruni, ahli geografi Persia.

1. Kerajaan Maritim yang Sukses

Orang-orang Sriwijaya tidak hanya berdagang di wilayahnya sendiri, tetapi bahkan sanggup berlayar untuk berdagang sampai ke India dan Cina.

Ada dua alasan yang menyebabkan Sriwijaya berhasil dalam perdagangan internasional. Pertama, Sriwijaya mempunyai kapal-kapal dagang yang banyak jumlahnya. Kedua, kerajaan ini memiliki armada angkatan laut yang tangguh. Dengan angkatan lautnya itu, Sriwijaya berhasil mengamankan lalu-lintas perairan di sekitar Selat Malaka, Selat Sunda, Laut Jawa, dan bahkan Laut Cina Selatan. Akibatnya, arus perdagangan di Sriwijaya dan sekitarnya pun menjadi lancar.

Banyak armada kapal asing yang tertarik untuk singgah di dermaga Sriwijaya, sambil menanti pergantian musim ataupun mengisi perbekalan. Keadaan seperti tentunya amat menguntungkan Sriwijaya oleh karena:

a. Kapal yang berlabuh di dermaga Sriwijaya harus rnembayar pajak (cukai). Berarti, uang mengalir masuk ke kas kerajaan.

b. Umumnya kapal yang berlabuh itu adalah kapal dagang. Oleh karenanya, selama menunggu pergantian musim, para pedagang yang berasal dari India, Cina, dan Arab itu dapat berkumpul bersama untuk saling menjual barang dagangan.

c. Para pedagang asing dapat langsung membeli komoditi dan hasil bumi nusantara di Sriwijaya, seperti gading, cula badak, rempah-rempah, kayu gaharu, kapur barus, dan lain-lain.

Sebagai kerajaan yang besar, Sriwijaya amat berperan dalam mengumpulkan semua hasil bumi nusantara, dan sekaligus bertindak sebagai distributor bagi daerah nusantara lain yang ingin membeli barang-barang yang dibawa pedagang asing. Dengan cara demikian, semua keuntungan perdagangan mengalir ke dalam kas perbendaharaan kerajaan. Dari uraian di atas, tampaklah bahwa Sriwijaya memang merupakan kerajaan terkemuka. Ia disegani oleh kerajaan-kerajaan lain, seperti Kamboja, Siam (sekarang Muangthai), bahkan India dan Cina. Kerajaan Sriwijaya disebut juga Kedatuan Sriwijaya karena rajanya disebut Datu.

Sebagai kerajaan maritim yang disegani, Sriwijaya tentunya amat sibuk dalam kegiatan perdagangan dan kelautan. Akibatnya, kerajaan ini tidak sempat lagi mendirikan monumen-monumen seperti yang dilakukan kerajaan-kerajaan di Jawa yang lebih berciri agraris. Selain Candi Muara Takus, tidak ada lagi peninggalan bangunan yang diwariskan Sriwijaya bagi kita. Lagi pula candi yang terletak di Riau itu amatlah sederhana, tidak semegah candi-candi di Jawa.

2. Tempat Menimba Ilmu dan Agama

Kerajaan Sriwijaya amat berperan sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan agama Buddha.


Gambaran keberhasilan Sriwijaya sebagai kerajaan maritim. Apakah latar belakangnya?

Peranan Sriwijaya tersebut amat gamblang diungkapkan dalam catatan I-tsing. Pada tahun 687 Masehi, musafir pendeta ini bertolak dari Kanton, Cina, ke Nalanda di India. Dalam perjalanannya itu, ia sempat singgah selama setengah tahun di Sriwijaya. Ia bermaksud mempelajari tata bahasa Sansekerta di situ. Hal ini mengisyaratkan bahwa Sriwijaya sudah termasyur sebagai pusat penyelidikan ilmu bahasa.

Catatan I-tsing juga mengisyaratkan bahwa di Sriwijaya, selain ilmu bahasa Sansekerta, juga dipelajari ilmu keagamaan (teologi) Buddha. Di tempat inilah, I-tsing menterjemahkan naskah-naskah suci agama Buddha, yang ia bawa sepulangnya dari Nalanda ke dalam Bahasa Cina. Selanjutnya pendeta itu menginformasikan bahwa terdapat lebih kurang seribu pendeta Buddha di Sriwijaya. Mereka menerapkan metode yang digunakan di India dalam mempelajari soal-soal agama. Oleh karena itu, I-tsing menganjurkan kepada rekan-rekannya dari Cina, yang akan belajar di India, untuk terlebih dahulu tinggal di Sriwijaya selama setahun atau dua tahun. Dengan cara seperti itu, para pendeta Cina tersebut dapat mempersiapkan sendiri sebaik-baiknya.

3. Runtuhnya Kerajaan Sriwijaya

Kejayaan Kerajaan Sriwijaya semakin pudar mulai awal abad kesebelah.

Sebagaimana telah dikemukakan, Sriwijaya selalu mengadakan hubungan baik dengan kerajaan tetangganya. Entah apa sebabnya, hubungannya dengan Kerajaan Cola (India) menjadi buruk. Pada tahun 1024 Masehi, Cola menyerang Sriwijaya. Serangan itu diulang kembali pada tahun 1030. Banyak kapal Sriwijaya tenggelam dan hancur akibat peperangan tersebut. Tidaklah heran kalau peperangan itu melemahkan angkatan laut Sriwijaya.

Semakin rapuhnya kekuatan militer mengakibatkan kontrol terhadap wilayah bawahan pun menjadi semakin lemah. Kelemahan itu terbukti dari sikap Kerajaan Melayu yang melepaskan diri dari Sriwijaya. Dari berita Cina diketahui bahwa pada abad kesebelas, Melayu mengirim utusannya sendiri ke Cina. Setelah itu, daerah kekuasaan Sriwijaya yang lain ikut melepaskan diri pula. Wilayah Sriwijaya semakin ciut. Akan tetapi, Sriwijaya sendiri tidak mampu bertindak tegas terhadap wilayah-wilayah yang membangkang. Ia tidak lagi memiliki angkatan laut yang kuat.

Keamanan wilayah yang kacau tentunya berpengaruh pada merosotnya arus perdagangan. Para pedagang enggan singgah lagi di Sriwijaya. Sriwijaya yang dulunya menjadi pusat perdagangan kini telah menjadi sarang bajak laut. Akhirnya, pada tahun 1377 Masehi, tidak lagi terdengar berita tentang Sriwijaya. Saat itu bersamaan dengan tampilnya kerajaan perkasa di Jawa, yakni Majapahit.

Di Manakah Pusat Kerajaan Sriwijaya?


DI manakah pusat Kerajaan Sriwijaya? Pertanyaan ini terus menghantui setiap kajian tentang Sriwijaya. Masalahnya, kerajaan maritim di Sumatera itu memang tidak meninggalkan istana atau keraton yang fisiknya masih bisa dilihat hingga sekarang. Padahal, istana atau keraton menjadi rujukan penting untuk menentukan pusat pemerintahan dari kerajaan yang telah tiada.

Masalah lain, bukti-bukti tertulis tentang Sriwijaya masih langka dan terbatas, bahkan sebagian besar manuskrip justru terdapat di luar negeri. Penggalian dan kajian ilmiah yang ada belum bisa mengungkap semua fakta sejarah kerajaan itu.

Ada beberapa wilayah yang sering diklaim sebagai pusat Kerajaan Sriwijaya, antara lain Kota Palembang, Jambi, Lampung, Riau, dan Thailand. Masing-masing tempat didukung adanya temuan arkeologis yang berkaitan dengan Sriwijaya, baik berupa candi, prasasti, atau sisa struktur bangunan lama.

Sebagian besar peneliti berpendapat, pusat Kerajaan Sriwijaya diduga kuat berada di Kota Palembang, Sumatera Selatan. Dugaan tersebut didukung banyaknya prasasti dan situs Sriwijaya yang ditemukan di sekitar Palembang. Prasasti-prasasti tersebut, antara lain prasasti Boom Baru (akhir abad ke-7 Masehi), Kedukan Bukit (682 Masehi), prasasti Talangtuo (684 Masehi), prasasti Telaga Batu (diperkirakan abad ke-7 Masehi), dan prasasti pendek di Bukit Siguntang (abad ke-7 Masehi). Prasasti-prasasti itu menceritakan keberadaan Sriwijaya dan kutukan bagi para pembangkang.

Peneliti dari Balai Arkeologi Palembang, Retno Purwanti, menilai bahwa Palembang menjadi pusat Sriwijaya pada masa awal kejayaannya abad ke-7 sampai ke-9. Setidaknya ada 18 situs dari masa Sriwijaya di Palembang. Empat situs di antaranya memiliki penanggalan sekitar abad ke-7 sampai ke-8 Masehi, yaitu situs Candi Angsoka, prasasti Kedukan Bukit, situs Kolam Pinishi, dan Situs Tanjung Rawa. "Data-data arkeologi lebih mengarah pada kesimpulan, Kerajaan Sriwijaya awal berpusat di Palembang. Fase berikutnya, pusat kerajaan berpindah ke Jambi," papar Retno.

Pada abad ke-10 sampai ke-13 Masehi, Kerajaan Sriwijaya makin berkembang, dan pusat pemerintahan berpindah ke daerah Jambi, Riau, atau Thailand. Perpindahan dipengaruhi budaya kerajaan maritim di tepian sungai, yang cenderung tidak menetap di satu tempat dalam waktu lama. Asumsi ini diperkuat penanggalan pada sejumlah peninggalan arkeologis di daerah-daerah tersebut, yang merujuk waktu pendirian sekitar abad ke-10 sampai abad ke-13 Masehi.

Ketua Dewan Kesenian Sumsel Djohan Hanafiah menilai, Palembang sangat mungkin menjadi pusat Kerajaan Sriwijaya karena posisinya sebagai pertemuan dari beberapa sungai cukup strategis. "Sriwijaya itu kerajaan maritim yang sangat cocok berkembang di Palembang yang berbudaya tepian sungai (riverine culture). Segala aktivitas berpusat di pelabuhan, sedangkan penduduk tinggal di rumah-rumah rakit dengan transportasi utama perahu," ungkapnya.

MASIH banyak peneliti yang meragukan kemungkinan pusat Sriwijaya di Palembang, sekaligus menunjuk daerah Jambi, Riau, Malaysia, atau Thailand sebagai pusatnya. Dugaan itu terus berkembang karena adanya beberapa peninggalan Sriwijaya yang ditemukan di daerah-daerah tersebut.

Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, dan Bengkulu mencatat, setidaknya terdapat 70 peninggalan di Situs Purbakala Muaro Jambi di tepian Sungai Batanghari. Dari 70 peninggalan itu, delapan candi dan satu kolam yang telah digali dan direnovasi, yaitu Candi Kotamahligai, Candi Kedaton, Candi Gedong I, Candi Gedong II, Candi Gumpung, Candi Tinggi, Candi Kembar Batu, Candi Astano, dan Kolam Telagorajo.

Berbagai artefak yang ditemukan menunjukkan, situs Muarojambi merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang beragama Buddha pada masa kejayaannya abad ke-10 sampai abad ke-13 Masehi. Asumsi itu dibuktikan dengan adanya arca Prajnaparamita dan puluhan stupa Buddha di Candi Gumpung, keramik dari Dinasti Sung, China (960-1279 M), serta konsep makrokosmos dan mikrokosmos yang merupakan ciri khas bangunan dari aliran Buddha Mahayana.

Di Lampung, ditemukan prasasti Palas Pasemah dan Prasasti Bungkuk (Jabung) yang juga menerangkan keberadaan Sriwijaya. Thailand pun diklaim sebagai pusat Sriwijaya karena di sana terdapat candi yang diduga dibangun salah satu raja Sriwijaya, prasasti Ligor, dan permukiman lama sezaman dengan Sriwijaya, yang terletak di beberapa lokasi.

Candi Muara Takus yang berbentuk stupa Buddha di Riau juga sering melahirkan asumsi bahwa daerah tersebut pernah menjadi pusat Sriwijaya. Berbagai kemungkinan itu masih bersifat terbuka, terutama jika ditemukan bukti arkeologis baru yang lebih kuat. Apalagi, para peneliti yang menyimpulkan Palembang sebagai pusat Sriwijaya pun masih berpolemik, di mana persisnya lokasi bangunan istana Sriwijaya? (IAM)

Kerajaan Sriwijaya


Kerajaan Sriwijaya adalah nama kerajaan yang tentu sudah tidak asing, karena Sriwijaya adalah salah satu kerajaan maritim terbesar di Indonesia bahkan di Asia Tenggara pada waktu itu (abad 7 - 15 M). Perkembangan Sriwijaya hingga mencapai puncak kebesarannya sebagai kerajaan Maritim. Sumber-sumber sejarah kerajaan Sriwijaya selain berasal dari dalam juga berasal dari luar seperti dari Cina, India, Arab, Persia.

Kerajaan Sriwijaya berpusat di daerah yang sekarang dikenali sebagai Palembang di Sumatra Pengaruhnya amat besar di atas semenanjung malayasia dan Pilipina. Kuasa Sriwijaya merosot pada abad ke-11.Kerajaan Sriwijaya mulai ditakluk berbagai kerajaan Jawa, pertama oleh kerajaan Singosari (Singhasari) dan akhirnya oleh kerajaan Kerajaan Majapahit. Malangnya, sejarah Asia Tenggara tidak didokumentasikan dengan baik. Sumber sejarahnya berdasarkan laporan dari orang luar, prasasti dan penemuan arkaelogi, artifak seperti patung dan lukisan, dan hikayat.

Pengaruh Budaya

Kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi budaya India , pertama oleh budaya agama Hindu dan kemudiannya diikuti pula oleh agama Buddha. Agama Buddha diperkenalkan di Sriwijaya pada tahun 425 Masehi. Sriwijaya merupakan pusat terpenting agama Buddha Mahayana.Raja-raja Sriwijaya menguasai kepulauan Melayu menerusi perdagangan dan penaklukan dari kurun abad ke-7 hingga abad ke-9. Kerajaan Sriwijaya juga membantu menyebarkan kebudayaan Melayu ke seluruh Sumatra, Semenanjung Melayu, dan Borneo Barat.Pada masa yang sama, agama Islam memasuki Sumatra menerusi Aceh yang telah disebarkan menerusi perhubungan dengan pedagang Arab dan India. Pada tahun 1414 pangeran terakhir Majapahit, Paramisora , memeluk agama Islam dan berhijrah ke Tanah Melayu di mana dia telah mendirikan kesultanan Melaka. Agama Buddha aliran Buddha Hinayana dan Buddha Mahayana disebarkan di pelosok kepulauan Melayu dan Palembang menjadi pusat pembelajaran agama Buddha. Pada tahun 1025 , Sriwijaya telah diserbu kerajaan Cholas dari India. Pada masa itu juga, Sriwijaya telah hilang kuasa monopoli ke atas lalu-lintas perdagangan Tiongkok -India . Dengan itu, kemewahan Sriwijaya menurun. Kerajaan Singhasari yang berada di bawah naungan Sriwijaya melepaskan diri daripadanya. Pada tahun 1088 kerajaan Melayu Jambi, yang dahulunya berada di bawah naungan Sriwijaya menjadikan Sriwijaya taklukannya. Kekuatan kerajaan Melayu Jambi berangsur hingga 2 abad.

Sumber-Sumber Dari Dalam Negeri

Sumber dari dalam negeri berupa prasasti yang berjumlah 6 buah yang menggunakan bahasa Melayu Kuno dan huruf Pallawa, serta telah menggunakan angka tahun Saka. Untuk mengetahui keberadaan prasasti tersebut, simaklah uraian materi berikut ini!

  1. Prasasti Kedukan Bukit ditemukan di Kedukan Bukit, di tepi Sungai Talang dekat Palembang, berangka tahun 605 Saka atau 683 M. Isi prasasti tersebut menceritakan perjalanan suci/Sidayatra yang dilakukan Dapunta Hyang, berangkat dari Minangatamwan dengan membawa tentara sebanyak 20.000 orang. Dari perjalanan tersebut berhasil menaklukkan beberajpa daerah.
  2. Prasasti Talang Tuo ditemukan di sebelah barat kota Palembang berangka tahun 606 Saka / 684 M. Prasasti ini menceritakan pembuatan Taman Sriksetra untuk kemakmuran semua makhluk dan terdapat doa-doa yang bersifat Budha Mahayana
  3. Prasasti Telaga Batu ditemukan di Telaga Batu dekat Palembang berangka tahun 683 M.
  4. Prasasti Kota Kapur ditemukan di Kota Kapur pulau Bangka berangka tahun 608

Keempat Prasasti yang disebut terakhir yaitu Prasasti Telaga Batu, Kota Kapur, Karang bukit, dan Palas Pasemah menjelaskan isi yang sama yaitu berupa kutukan terhadap siapa saja yang tidak tunduk kepada raja Sriwijaya.

Sumber-Sumber Prasasti

Sumber yang berupa prasasti ditemukan di Semenanjung Melayu berangka tahun 775 M yang menjelaskan tentang pendirian sebuah pangkalan di Semenanjung Melayu, daerah Ligor. Untuk itu prasasti tersebut, diberi nama Prasasti Ligor. Prasasti berikutnya ditemukan di India di kota Nalanda yang berasal dari abad ke 9 M. Prasasti tersebut menjelaskan pendirian Wihara oleh Balaputradewa raja Sriwijaya.

Sumber Berita Asing

Di samping prasasti-prasasti, keberadaan Sriwijaya juga diperkuat dengan adanya beritaberita Cina maupun berita Arab.

Berita Cina, diperoleh dari I-Tshing seorang pendeta Cina yang sering datang ke Sriwijaya sejak tahun 672 M, yang menceritakan bahwa di Sriwijaya terdapat 1000 orang pendeta yang menguasai agama seperti di India dan di samping itu juga, berita dari dinasti Sung yang menceritakan tentang pengiriman utusan dari Sriwijaya tahun 971 - 992 M.Nama kerajaan Sriwijaya dalam berita Cina tersebut, disebut dengan Shih-lo-fo-shih atau Fo-shih, sedangkan dari berita Arab Sriwijaya disebut dengan Zabag/Zabay atau dengan sebutan Sribuza. Dari berita-berita Arab dijelaskan tentang kekuasaan dan kebesaran serta kekayaan Sriwijaya.

Demikianlah bukti-bukti tentang sumber dari luar negeri yang menjelaskan keberadaan Sriwijaya, sehingga melalui sumber-sumber tersebut dapat diketahui perkembangan Sriwijaya dalam berbagai aspek kehidupan.


Kehidupan Politik

Dalam kehidupan politik. Raja pertama Sriwijaya adalah Dapunta Hyang Sri Jayanaga, dengan pusat kerajaannya ada 2 pendapat yaitu pendapat pertama yang menyebutkan pusat Sriwijaya di Palembang karena daerah tersebut banyak ditemukan prasasti Sriwijaya dan adanya sungai Musi yang strategis untuk perdagangan.

Sedangkan pendapat kedua letak Sriwijaya di Minangatamwan yaitu daerah pertemuan sungai Kampar Kiri dan Kampar Kanan yang diperkirakan daerah Binaga yaitu terletak di Jambi yang juga strategis untuk perdagangan. Dari dua pendapat tersebut, maka oleh ahli menyimpulkan bahwa pada mulanya Sriwijaya berpusat di Palembang. Kemudian dipindahkan ke Minangatamwan.

Untuk selanjutnya Sriwijaya mampu mengembangkan kerajaannya melalui keberhasilan politik ekspansi/perluasan wilayah ke daerah-daerah yang sangat penting artinya untuk perdagangan. Hal ini sesuai dengan prasasti yang ditemukan Lampung, Bangka, dan Ligor. Bahkan melalui benteng I-tshing bahwa Kedah di pulau Penang juga dikuasai Sriwijaya.

Dengan demikian Sriwijaya bukan lagi sebagai negara senusa atau satu pulau, tetapi sudah merupakan negara antar nusa karena penguasaannya atas beberapa pulau. Bahkan ada yang berpendapat Sriwijaya adalah negara kesatuan pertama. Karena kekuasaannya luas dan berperan sebagai negara besar di Asia Tenggara. Kehidupan EkonomiKerajaan Sriwijaya memiliki letak yang strategis di jalur pelayaran dan perdagangan Internasional Asia Tenggara. Dengan letak yang strategis tersebut maka Sriwijaya berkembang menjadi pusat perdagangan dan menjadi Pelabuhan Transito sehingga dapat menimbun barang dari dalam maupun luar.Dengan demikian kedudukan Sriwijaya dalam perdagangan internasional sangat baik. Hal ini juga didukung oleh pemerintahan raja yang cakap dan bijaksana seperti Balaputradewa. Pada masanya Sriwijaya memiliki armada laut yang kuat yang mampu menjamin keamanan di jalurjalur pelayaran yang menuju Sriwijaya, sehingga banyak pedagang dari luar yang singgah dan berdagang di wilayah kekuasaan Sriwijaya tersebut.

Dengan adanya pedagang-pedagang dari luar yang singgah maka penghasilan Sriwijaya meningkat dengan pesat. Peningkatan diperoleh dari pembayaran upeti, pajak maupun keuntungan dari hasil perdagangan dengan demikian Sriwijaya berkembang menjadi kerajaan yang besar dan makmur.

Kehidupan sosial

Masyarakatnya meningkat dengan pesat terutama dalam bidang pendidikan dan hasilnya Sriwijaya terbukti menjadi pusat pendidikan dan penyebaran agama Budha di Asia Tenggara. Hal ini sesuai dengan berita I-Tshing pada abad ke 8 bahwa di Sriwijaya terdapat 1000 orang pendeta yang belajar agama Budha di bawah bimbingan pendeta Budha terkenal yaitu Sakyakirti.Di samping itu juga pemuda-pemuda Sriwijaya juga mempelajari agama Budha dan ilmu lainnya di India, hal ini tertera dalam prasasti Nalanda. Dari prasasti ini diketahui pula raja Sriwijaya yaitu Balaputra Dewa mempunyai hubungan erat dengan raja Dewa Paladewa (India). Raja ini memberi sebidang tanah untuk asrama pelajar dari Sriwijaya. Sebagai penganut agama yang taat maka raja Sriwijaya juga memperhatikan kelestarian lingkungannya (seperti yang tertera dalam Prasasti Talang Tuo) dengan tujuan untuk meningkatkan kemakmuran rakyatnya. Dengan demikian kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat Sriwijaya sangat baik dan makmur, dalam hal ini tentunya juga diikuti oleh kemajuan dalam bidang kebudayaan. Kemajuan dalam bidang budaya sampai sekarang dapat diketahui melalui peninggalanpeninggalan suci seperti stupa, candi atau patung/arca Budha seperti ditemukan di Jambi, Muaratakus, dan Gunung Tua (Padang Lawas) serta di Bukit Siguntang (Palembang).Kebesaran dan kejayaan Sriwijaya akhirnya mengalami kemunduran dan keruntuhan akibat serangan dari kerajaan lain.

  • Serangan pertama dari Raja Dharmawangsa dari Medang, Jatim tahun 990 M. pada waktu itu raja Sriwijaya adalah Sri Sudarmaniwarmadewa. Walaupun serangan tersebut gagal tetapi dapat melemahkan Sriwijaya.
  • Serangan berikutnya datang dari kerajaan Colamandala (India Selatan) yang terjadi pada masa pemerintahan Sri Sangramawijayatunggawarman pada tahun 1023 dan diulang lagi tahun 1030 dan raja Sriwijaya ditawan.
  • Tahun 1068 Raja Wirarajendra dari Colamandala kembali menyerang Sriwijaya tetapi Sriwijaya tidak runtuh bahkan pada abad 13 Sriwijaya diberitakan muncul kembali dan cukup kuat sesuai dengan berita Cina.
  • Keruntuhan Sriwijaya terjadi pada tahun 1477 ketika Majapahit mengirimkan tentaranya untuk menaklukan Sumatera termasuk Sriwijaya.