Tuesday, May 29, 2007

Di Manakah Pusat Kerajaan Sriwijaya?


DI manakah pusat Kerajaan Sriwijaya? Pertanyaan ini terus menghantui setiap kajian tentang Sriwijaya. Masalahnya, kerajaan maritim di Sumatera itu memang tidak meninggalkan istana atau keraton yang fisiknya masih bisa dilihat hingga sekarang. Padahal, istana atau keraton menjadi rujukan penting untuk menentukan pusat pemerintahan dari kerajaan yang telah tiada.

Masalah lain, bukti-bukti tertulis tentang Sriwijaya masih langka dan terbatas, bahkan sebagian besar manuskrip justru terdapat di luar negeri. Penggalian dan kajian ilmiah yang ada belum bisa mengungkap semua fakta sejarah kerajaan itu.

Ada beberapa wilayah yang sering diklaim sebagai pusat Kerajaan Sriwijaya, antara lain Kota Palembang, Jambi, Lampung, Riau, dan Thailand. Masing-masing tempat didukung adanya temuan arkeologis yang berkaitan dengan Sriwijaya, baik berupa candi, prasasti, atau sisa struktur bangunan lama.

Sebagian besar peneliti berpendapat, pusat Kerajaan Sriwijaya diduga kuat berada di Kota Palembang, Sumatera Selatan. Dugaan tersebut didukung banyaknya prasasti dan situs Sriwijaya yang ditemukan di sekitar Palembang. Prasasti-prasasti tersebut, antara lain prasasti Boom Baru (akhir abad ke-7 Masehi), Kedukan Bukit (682 Masehi), prasasti Talangtuo (684 Masehi), prasasti Telaga Batu (diperkirakan abad ke-7 Masehi), dan prasasti pendek di Bukit Siguntang (abad ke-7 Masehi). Prasasti-prasasti itu menceritakan keberadaan Sriwijaya dan kutukan bagi para pembangkang.

Peneliti dari Balai Arkeologi Palembang, Retno Purwanti, menilai bahwa Palembang menjadi pusat Sriwijaya pada masa awal kejayaannya abad ke-7 sampai ke-9. Setidaknya ada 18 situs dari masa Sriwijaya di Palembang. Empat situs di antaranya memiliki penanggalan sekitar abad ke-7 sampai ke-8 Masehi, yaitu situs Candi Angsoka, prasasti Kedukan Bukit, situs Kolam Pinishi, dan Situs Tanjung Rawa. "Data-data arkeologi lebih mengarah pada kesimpulan, Kerajaan Sriwijaya awal berpusat di Palembang. Fase berikutnya, pusat kerajaan berpindah ke Jambi," papar Retno.

Pada abad ke-10 sampai ke-13 Masehi, Kerajaan Sriwijaya makin berkembang, dan pusat pemerintahan berpindah ke daerah Jambi, Riau, atau Thailand. Perpindahan dipengaruhi budaya kerajaan maritim di tepian sungai, yang cenderung tidak menetap di satu tempat dalam waktu lama. Asumsi ini diperkuat penanggalan pada sejumlah peninggalan arkeologis di daerah-daerah tersebut, yang merujuk waktu pendirian sekitar abad ke-10 sampai abad ke-13 Masehi.

Ketua Dewan Kesenian Sumsel Djohan Hanafiah menilai, Palembang sangat mungkin menjadi pusat Kerajaan Sriwijaya karena posisinya sebagai pertemuan dari beberapa sungai cukup strategis. "Sriwijaya itu kerajaan maritim yang sangat cocok berkembang di Palembang yang berbudaya tepian sungai (riverine culture). Segala aktivitas berpusat di pelabuhan, sedangkan penduduk tinggal di rumah-rumah rakit dengan transportasi utama perahu," ungkapnya.

MASIH banyak peneliti yang meragukan kemungkinan pusat Sriwijaya di Palembang, sekaligus menunjuk daerah Jambi, Riau, Malaysia, atau Thailand sebagai pusatnya. Dugaan itu terus berkembang karena adanya beberapa peninggalan Sriwijaya yang ditemukan di daerah-daerah tersebut.

Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, dan Bengkulu mencatat, setidaknya terdapat 70 peninggalan di Situs Purbakala Muaro Jambi di tepian Sungai Batanghari. Dari 70 peninggalan itu, delapan candi dan satu kolam yang telah digali dan direnovasi, yaitu Candi Kotamahligai, Candi Kedaton, Candi Gedong I, Candi Gedong II, Candi Gumpung, Candi Tinggi, Candi Kembar Batu, Candi Astano, dan Kolam Telagorajo.

Berbagai artefak yang ditemukan menunjukkan, situs Muarojambi merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang beragama Buddha pada masa kejayaannya abad ke-10 sampai abad ke-13 Masehi. Asumsi itu dibuktikan dengan adanya arca Prajnaparamita dan puluhan stupa Buddha di Candi Gumpung, keramik dari Dinasti Sung, China (960-1279 M), serta konsep makrokosmos dan mikrokosmos yang merupakan ciri khas bangunan dari aliran Buddha Mahayana.

Di Lampung, ditemukan prasasti Palas Pasemah dan Prasasti Bungkuk (Jabung) yang juga menerangkan keberadaan Sriwijaya. Thailand pun diklaim sebagai pusat Sriwijaya karena di sana terdapat candi yang diduga dibangun salah satu raja Sriwijaya, prasasti Ligor, dan permukiman lama sezaman dengan Sriwijaya, yang terletak di beberapa lokasi.

Candi Muara Takus yang berbentuk stupa Buddha di Riau juga sering melahirkan asumsi bahwa daerah tersebut pernah menjadi pusat Sriwijaya. Berbagai kemungkinan itu masih bersifat terbuka, terutama jika ditemukan bukti arkeologis baru yang lebih kuat. Apalagi, para peneliti yang menyimpulkan Palembang sebagai pusat Sriwijaya pun masih berpolemik, di mana persisnya lokasi bangunan istana Sriwijaya? (IAM)

No comments: