Tuesday, May 29, 2007

SEJARAH PASUNDAN MULAI TERKUAK

SEJARAH PASUNDAN MULAI TERKUAK

Jakarta, Kompas

Prasasti koleksi Museum Adam Malik Jakarta, ikut memperkuat

dugaan adanya kesinambungan Kerajaan Pasundan dengan Kerajaan

Mataram Hindu di Jawa Tengah. Bahkan bila dikaitkan dengan temuan -

temuan prasasti di Jawa Barat termasuk temuan tahun 90-an, prasasti

ini ikut memberi titik terang sejarah klasik di Tanah Pasundan yang

selama ini masih gelap.

Kepala Bidang Arkeologi Klasik pusat Penelitian Arkeologi

Nasional (Puslit Arkenas) Dr Endang Sri Hadiati didampingi peneliti

arkeologi spesialis Sunda, Richadiana Kartakusuma SU, mengemukakan

itu saat ditemui Kompas di ruang kerjanya di Jakarta, Senin (20/2).

Keduanya ditemui dalam kaitan dengan Sejarah Klasik Sunda yang

selama ini masih gelap, bila dibanding dengan sejarah klasik di Jawa

Tengah, yang telah mampu memberikan sejarah lebih runtut.

Bila benar dugaan adanya kesinambungan antara Raja Sunda dan

Jawa Tengah ini, maka ini merupakan asumsi sejarah baru dalam perkembangan

sejarah nasional selama ini. Endang Sri Hadiati menyatakan,

kesinambungan atau adanya dugaan hubungan antara Kerajaan Pasundan

dan kerajaan di Jawa Tengah itu disebut-sebut dalam lontar Carita

Parahiyangan yang ditemukan Ciamis, Jawa Barat.

Lontar yang ditemukan tahun 1962 ini mengisahkan tentang

raja-raja Tanah Galuh Jawa Barat. Salah satu lontar dari Carita

Parahiyangan yang belum diketahui angka tahunnya itu di antaranya

menyebut nama Sanjaya sebagai pencetus generasi baru yang dikenal

dengan Dewa Raja.

Apa yang disebut dalam Carita Parahiyangan, menurut Richadiana,

ada kesamaan makna dengan prasasti yang ditemukan di Gunung Wukir,

yang berada di antara daerah Sleman dan Magelang (Jawa Tengah).

Prasasti batu abad VII yang kemudian disebut sebagai Prasasti

Canggal itu secara jelas menyebut, bahwa di wilayah itu telah

berdiri wangsa atau kerajaan baru dengan Sanjaya nama rajanya, atau

dikenal kemudian sebagai Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.

"Saya belum berani memastikan adanya kesinambungan Raja Sunda

dan Jawa. Yang pasti, Carita Parihiyangan yang berisi tentang cerita

raja-raja Galuh itu, salah satunya menyebut nama Sanjaya yang

membuat kerajaan baru, dan itu sama persis yang disebutkan dalam

prasasti Canggal di Jawa Tengah," tegas Richadiana.

Menurut Richadiana, dugaan itu diperkuat pula dengan prasasti

yang dikoleksi oleh Adam Malik (almarhum), yang dikenal dengan

prasasti Sragen (ditemukan di Sragen Jateng). Richadiana tidak tahu

persis kapan prasasti itu dikoleksi Adam Malik. Yang pasti, prasasti

itu isinya juga bisa menjadi fakta adanya dugaan kesinambungan

antara Kerajaan Pasundan dan Jawa.

Dua abad hilang

Endang Sri Hadiati dan Richadiana mengakui, sejarah Pasundan

memang masih gelap, artinya belum mempunyai alur sejarah yang

mendekati pasti.

"Tonggak sejarah klasik Jawa Barat hanya pada 6 buah prasasti

Raja Tarumanegara sekitar abad V. Temuan prasati lain tidak

mendukung adanya kelanjutan sejarah, karena selisih waktunya

berabad-abad," tandasnya.

Namun begitu, jika dicermati dan dikaitkan dengan temuan tahun

90-an ini, sebenarnya hanya rentang waktu dua abad saja sejarah

Klasik Sunda yang hilang, bila dihitung sejak Raja Tarumanegara,

yaitu antara abad ke V - VII.

Richadiana mengatakan, setelah abad Raja Tarumanegara V sampai

abad ke VII memang tidak ditemukan prasasti. Namun lontar Carita

Parahiyangan mengisahkan adanya kehidupan raja-raja di Tanah Galuh

pada abad VII, disusul kemudian adanya temuan prasasti abad VIII

Juru Pangambat. Prasasti ini ditemukan di seputar prasasti

Tarumanegara, yang mengisahkan tentang adanya seorang pejabat tinggi

yang bernama Rakai Juru Pangambat.

Menurut Richadiana, prasasti Huludayueh yang ditemukan di

Cirebon tahun 1990 mengisahkan bahwa antara abad 10 sampai 12 hidup

seorang Raja bernama Pakuan. Sebelum itu ditemukan prasasti di

Tasikmalaya yang dikenal dengan prasasti Rumatak. Prasasti berangka

tahun 1.030 ini mengisahkan bahwa pada masa itu hidup seorang Raja

Jaya Bupati.

"Sebenarnya kalau kita runut prasasti-prasasti itu sudah

mengindikasikan adanya urutan sejarah klasik Sunda. Tidak ada

peminat yang mempelajari sejarah klasik orang Sunda, selain orang

Sunda sendiri. Itu yang menyebabkan sejarah Sunda seperti merana,"

tegasnya. (top)

KOMPAS, Selasa, 21-02-1995. Hal. 16

PUSAT INFORMASI KOMPAS

Palmerah Selatan 26-28

JAKARTA 10270

No comments: