Wednesday, May 30, 2007

Sinar Biru Ancam Mata Anak

Keterbatasan pengetahuan orangtua terhadap bahaya sinar biru membuat anakanak rentan mengalami gangguan mata. Bagaimana tidak, aktivitas sehari-hari sang buah hati sangat dekat dengan sumber sinar biru, salah satunya dari layar televisi.

BUKAN perkara sulit menemui seorang anak yang tengah menonton tv. Karena inilah aktivitas yang paling banyak dilakukan anak-anak saat ini. Tidak aneh bila kalangan pendidik, sudah memberikan peringatan terhadap pengaruh buruk terlalu banyak menonton tv terhadap perkembangan seorang anak.

Bukan hanya itu, perkembangan kesehatan mata anak pun ikut terancam. Pancaran sinar dari layar televisi merupakan salah satu sumber sinar biru, selain pancaran sinar matahari, lampu neon,dan komputer.Sinar yang memiliki panjang gelombang cahaya 400–500 nm pada spektrum sinar yang masih dapat diterima mata bisa menyebabkan kerusakan dan menimbulkan luka fotokimia pada retina mata anak.

”Jika hal ini terus berkelanjutan bisa menyebabkan makula degeneratif yang terjadi pada anak saat dewasa,” ujar Konsultan Pediatrik Ophtalmologis/ Spesialis Mata Anak Departemen Mata FKUI/ RSCM dr Rita S Sitorus PhD SpM(K) di Jakarta, belum lama ini. Dalam jangka waktu pendek, dampak sinar biru dapat mengganggu kerja retina sehingga menghambat proses pembelajaran melalui mata.

Sinar biru merupakan sinar proses pembelajaran melalui mata yang bersifat paling merusak dan dapat mencapai retina. Bayi dilahirkan dengan lensa yang relatif jernih atau bening yang secara bertahap dan alami berubah menjadi kuning sejalan dengan usia. Risiko terbesar kerusakan akibat sinar biru yaitu sekitar 70%– 80% sinar biru dapat mencapai retina pada usia 0–2 tahun dan 60%–70% pada usia 2 hingga 10 tahun. Adapun sinar biru yang mencapai retina pada usia 60 hingga 90 tahun hanya mencapai 20%.

Untuk memberikan perlindungan terhadap bahaya sinar biru harus dilakukan sedini mungkin,salah satunya dengan asupan lutein. ”Lutein dapat membantu melindungi mata, terutama retina, dari kerusakan dengan cara menyaring sinar biru dan juga berperan sebagai antioksidan dengan cara menetralisasikan radikal-radikal bebas,” ungkap Rita S Sitorus. Menurut dia, bagian luar fotoreseptor di dalam retina adalah bagian yang cenderung mudah terkena peroksidasi karena tingginya asam lemak.

Bagian luar fotoresptor inilah yang tinggi akan lutein. Lutein berperan sebagai antioksidan dan memberi perlindungan pada mata. Tubuh tidak dapat mensintesakan lutein. Karena itu kebutuhan lutein harus disuplai dari luar tubuh, salah satunya dari makanan seperti sayuran, buah, suplemen, dan terutama ASI. Namun, bahan makanan yang mengandung lutein biasanya tidak disukai, dan jarang dikonsumsi bayi dan batita. Hasil penelitian menunjukkan, hanya sekitar 10% anak yang mengonsumsi sayuran dan buah-buahan setiap hari.

Kecukupan lutein pada makanan dapat membantu menjamin perkembangan mata yang sehat pada bayi dan anak. Mata merupakan salah satu indra penting bagi proses belajar. Konsultan Neurologi pada Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM dr Dwi Putro Widodo SpA(K) Mmed mengatakan, fungsi penglihatan (visual) adalah salah satu bagian dalam perkembangan kognitif.

Perkembangan visual adalah jendela dalam sistem kecerdasan dan menjadi petunjuk penting bagi kebutuhan nutrisi otak. ”Ada beberapa nutrisi penting untuk menjaga kesehatan mata, yaitu Vitamin A, AADHA, Taurine, dan Lutein. Lutein adalah jenis karotenoid alami yang dapat membantu melindungi mata bayi dan batita yang masih peka dari bahaya sinar biru. Lutein terdapat pada ASI dan juga sumber makanan lain, seperti sayuran hijau dan buah berwarna kekuningan,” ujarnya.

Pada 2004, Badan Pengawasan Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA-US) menyetujui ketentuan dari pengakuan umum tentang keselamatan (GRAS) bagi lutein dari Tagetes erecta I.

Sebagai zat nutrien bagi makanan bayi dan susu formula. Setahun kemudian, Komite Evaluasi Gabungan untuk Zatzat Tambahan pada Makanan (ZECFA) dari WHO/CODEX menetapkan bahwa lutein dari bunga marigold aman digunakan sebagai suplemen nutrien bagi makanan.WHO menetapkan asupan harian yang diperoleh (Allowable Daily Intake/ADI) sebanyak 2 mg per kg berat tubuh per hari, yang ribuan kali lebih besar daripada kadar yang terdapat pada susu formula.

Rabun Jauh Dominan Diturunkan

KACAMATA kini sudah bukan barang aneh bagi anakanak. Pada usia belia, banyak ditemui anak berkacamata, salah satunya akibat menderita mata minus. Untuk mengantisipasi agar mata anak tetap sehat dan tidak menjadi minus, orangtua harus jeli mengenali gejala yang terjadi.

Hal ini karena sering kali anak belum dapat mengutarakan keluhan saat daya penglihatannya menurun. Menurut Ophthalmologist dari Jakarta Eye Center (JEC) dr Iwan Soebijantoro SpM, rabun jauh (myopia) atau mata minus adalah kondisi organ bola mata lebih panjang dari ukuran normal sehingga bayangan sinar tidak sampai tepat di pusat penglihatan (makula).

”Kelainan sumbu bola mata hanya bisa dinormalkan dengan mengoreksi sumbu bola mata agar bayangan sinar bisa tepat diterima makula atau disebut juga gangguan refraksi (membentuk bayangan),”sebutnya. Untuk mengatasi masalah rabun jauh, maka diberikan lensa pembantu (lensa minus). Semakin terlalu panjang sumbu bola mata, semakin jauh bayangan jatuhnya di depan retina.Akibatnya, makin besar pula minus lensa bantuan yang diperlukan.

”Rabun jauh bukanlah penyakit, melainkan bawaan faktor keturunan. Namun, ada juga yang tidak, tapi sampai sekarang belum diketahui secara pasti penyebabnya,” kata Iwan. Penyebab rabun jauh akibat faktor keturunan, artinya tipikal organ mata orangtua akan menurun pada anak.Jadi, jangan salahkan anak jika dia menonton TV atau membaca dalam jarak terlalu dekat.

Kemungkinan anak memang memiliki kelainan organ bola mata yaitu rabun jauh sehingga tidak bisa melihat secara jelas.Ada baiknya segera lakukan pemeriksaan mata ke dokter mata terdekat. ”Orangtua terkadang salah kaprah, menganggap rabun jauh akibat dari menonton terlalu dekat. Padahal karena anak memang sudah tidak bisa melihat secara jelas,” paparnya. Iwan menambahkan, mitos bahwa vitamin A dapat menurunkan minus atau mencegah rabun jauh tidaklah benar.

Sumber vitamin A seperti wortel dan lainlainnya bermanfaat bagi sel-sel di layar retina (bagian belakang bola mata), tempat bayangan yang dilihat akan ditangkap lalu dikirimkan ke otak untuk ditafsirkan. Sel-sel retina, selain menangkap penglihatan terang- gelap, juga menafsirkan warna. Jika penyebab kelainan mata adalah gangguan sel-sel saraf retina, masuk akal jika wortel bisa membantu.Namun, rabun jauh lebih sering disebabkan oleh kelainan sumbu bola mata.

Satu-satunya cara agar anak dapat melihat normal adalah dengan memakai kacamata minus.”Berapa pun usia anak,jika sudah divonis harus memakai kacamata, sebaiknya rutin dipakai,” tegasnya. Seorang anak yang divonis mata rabun jauh,khususnya minus tinggi hingga 4–5,namun tak mulai memakai kacamata, akibatnya saraf mata tidak terangsang untuk melihat atau menjadi kerdil yang sering disebut dengan mata malas (lazy eye).

”Jika sudah demikian, mata tidak mampu melihat secara normal meski sudah dibantu dengan kacamata minus,’’ kata Iwan. Penggunaan kacamata juga tidak boleh sembarang. Anak-anak sebaiknya gunakan kacamata dari plastik dan hindari menggunakan lensa kontak, apalagi jika anak masih belum bisa menjaga kebersihan. Biasakan anak untuk mengistirahatkan mata seperti membaca dengan cahaya cukup,istirahat melihat jarak jauh atau menghentikan sejenak kegiatan yang memerlukan penglihatan jarak dekat. (lenny handayani)

No comments: