Wednesday, May 30, 2007

Lahan Gratis bagi si Miskin

TANAH merupakan unsur dasar semua kegiatan ekonomi. Tanah menjadi lahan pertanian atau perkebunan, bisa juga menjadi tempat berdirinya pabrikpabrik ataupun bangunan-bangunan tempat penyedia jasa.

Hampir semua kegiatan ekonomi melibatkan tanah. Oleh karena itu, wajar jika sejumlah kalangan menyambut gembira rencana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memberikan lahan gratis bagi rakyat miskin. Ini membuktikan Presiden masih memiliki kepedulian pada rakyat kecil. Akan tetapi, terdapat pula sejumlah pihak yang menyambut rencana Presiden SBY dengan nada pesimistis.

Mereka berkaca pada kebijakan pemerintahan SBY-Kalla yang lalu, sering tidak jelas, akhirnya hilang ditelan masa. Apalagi, pemberian tanah gratis ini akan menguras dana APBN yang tidak sedikit jumlahnya. Apakah SBY berani mengambil tindakan berani ini, mengingat kebijakan pemerintahannya yang cenderung gencar memprivatisasi dan tidak mau menyubsidi kebutuhan publik, seperti BBM, listrik, dan telepon dengan alasan memberatkan APBN? Kalaupun berhasil direalisasikan, dikhawatirkan salah sasaran atau disalahgunakan.

Pemberian tanah gratis bagi orang miskin bukanlah sesuatu yang sulit dilakukan atau terlalu mewah. Mudah saja bagi negara asal memiliki itikad baik untuk rakyatnya. Indonesia memiliki lahan yang luas dan subur yang belum sepenuhnya dioptimalkan.

Di Pulau Jawa terdapat 300.000 hektare (ha) lahan kering terbengkalai dan sekitar 11 juta ha tanah kering untuk seluruh wilayah Indonesia. Sebagian besar berupa tanah tidur. Jenis tanah lain yang bisa diusahakan yaitu lahan lebak dan pasang-surut yang mencapai 20.19 juta ha, 9.5 juta ha di antaranya berpotensi untuk pertanian. Negara tinggal mengoptimalkannya dengan mencari teknologi budi daya yang tepat.

Untuk mencegah terjadinya kasus penyalahgunaan, pemerintah perlu membuat sejumlah aturan yang jelas dan detail, tidak ada yang tumpang tindih antarlembaga. Hal ini sekaligus untuk mencegah terjadi kasus sengketa tanah seperti kasus tanah Meruya Selatan, Jakarta Barat, di kemudian hari. Proses pemberian tanah pada rakyat pun harus dilakukan secara transparan dan terbuka bagi siapa saja dengan batas-batas tanah yang jelas dan kriteria penerima yang jelas pula.

Jangan sampai terulang lagi kasus nama fiktif bagi penerima tanah gratis, karena ini selain menjatuhkan kredibilitas pemerintah, juga akan membuat banyak rakyat miskin gigit jari. Harapan rakyat ke depan, pemberian tanah gratis untuk rakyat miskin ini dapat secepatnya direalisasikan dan proses pengurusannya dipermudah, tidak dengan birokrasi yang rumit.

Pada saat ini pemberian tanah gratis ini sangat dibutuhkan untuk menggerakkan dan menggairahkan roda perekonomian riil negara kita yang mengalami stagnanisasi. Selain itu, juga berpeluang menciptakan lapangan baru dan menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran. Dengan demikian, problematika kita seputar kemiskinan, kebodohan, dan pengangguran bisa secepatnya terselesaikan.(*)

SITI DEWI N.A.
Pengurus Forsita, Mahasiswi Fakultas Peternakan IPB

No comments: