Wednesday, August 1, 2007

Bawasda Periksa Panitia PSB

INDRAMAYU(SINDO) – Badan Pengawas Daerah (Bawasda) Kab Indramayu memeriksa panitia penerimaan siswa baru (PSB) SMPN 1 Sindang,kemarin. Pemeriksaan di kantor Bawasda itu dilakukan tim khusus Bawasda Kab Indramayu.

Hal ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari pengaduan orangtua siswa, terkait dugaan praktik jual beli kursi dalam PSB di SMPN 1 Sindang. Kepala Bawasda Kab Indramayu Moch Rahmat mengatakan, pemanggilan panitia PSB SMPN 1 Sindang tersebut merupakan langkah yang diambil Bawasda mengenai adanya temuan praktik jual beli kursi PSB.

”Sejumlah panitia PSB akan kami panggil untuk dimintai keterangan. Selain Ketua PSB SMPN 1 Sindang Undang Sutarna, Kepala Sekolah SMPN 1 Sindang Eni Sukaeni juga akan kami mintai keterangan,” tegas Rahmat. Di beberapa ruang terpisah di kantor Bawasda Kab Indramayu, panitia PSB dan Kepala Sekolah SMPN 1 Sindang dimintai keterangan secara maraton. Selain memanggil Kepala Sekolah SMPN 1 Sindang dan panitia PSB SMPN 1 Sindang, calon Kepala Sekolah Sri Ratna Ningrum dari SD Pringgacala III Karangampel pun dimintai keterangan seputar adanya dugaan uang pelicin dalam seleksi calon kepala sekolah. Rahmat menambahkan, selain panitia PSB SMPN 1 Sindang, Bawasda Kab Indramayu memanggil orangtua siswa.

“Cross check data perlu kami lakukan sebelum menyimpulkan temuan yang ada,”tambahnya. Pemeriksaan yang dilakukan Bawasda Kab Indramayu ini akan dijadikan rekomendasi kepada Bupati Indramayu Irianto MS Syafiuddin mengenai sanksi yang akan diterima, jika panitia PSB terbukti melakukan kesalahan. Mardani, 45, orangtua siswa yang memiliki bukti rekaman video transaksi jual beli bangku itu dimintai keterangan oleh tim khusus Bawasda.Dia mengaku, dimintai keterangan seputar adanya bukti jual beli kursi PSB.

”Saya dimintai keterangan berupa kronologis PSB di SMPN 1 Sindang,”ungkapnya. Sementara itu, anggota Komisi B DPRD Kab Indramayu Eryani Sulam mengharapkan, setelah Komisi B memberikan rekomendasi kepada Dinas Pendidikan, temuan pelanggaran dalam proses PSB dapat ditindaklanjuti. ”Kalau dinyatakan melanggar aturan, ya harus ada sanksi tegas,” ujarnya. Seperti diberitakan SINDO sebelumnya, Mardani mengadu ke pimpinan Komisi B DPRD Kab Indramayu terkait praktik pungutan dan jual beli kursi PSB SMPN 1 Sindang, Senin (23/7).

Bahkan, dia memiliki bukti berupa rekaman video dan pesan pendek di telepon selulernya. Video berdurasi 4 menit tersebut diambil Minggu (22/7), ketika Mardani beserta seorang kerabatnya bertemu di rumah kediaman ketua panitia PSB SMPN 1 Sindang Undang Sutarna.

Murid TK Cendekia Kunjungi LP

INDRAMAYU – Puluhan murid taman kanak-kanak (TK) Cendekia Bumi Patra Indramayu mengunjungi narapidana di Lembaga Permasyarakatan (LP) Indramayu,kemarin.

Kunjungan yang dilakukan murid-murid TK Cendekia ini, untuk memperingati Hari Anak Nasional (HAN). Kepala TK Cendekia Ernawita Ifran kepada SINDO kemarin mengatakan, dalam kunjungan ini, murid-murid TK Cendekia memberikan sumbangan kepada narapidana berupa tempat tidur dan sejumlah makanan. “Kami ingin berbagi dengan napi di LP Indramayu dan memberikan hiburan tersendiri,” ujarnya. Sumbangan yang diberikan ini berasal dari sumbangsih murid-murid TK Cendekia Bumi Patra.

Kedatangan murid-murid TK di Lapas Indramayu cukup menjadi penghibur bagi LP. Selain memberikan bantuan, para murid TK pun menampilkan sejumlah tarian tradisional, seperti tari sintren di hadapan para napi. Mendapat kunjungan murid TK Cendekia tersebut, sejumlah napi tampak terharu dan meneteskan air mata.”Setelah beberapa tahun saya mendekam di LP, saya teringat adik saya di rumah,” ungkap Saeful,seorang napi.

Sementara itu, kepala LP Indramayu Abdul Muin mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada TK Cendekia yang memberikan bantuan kepada napi di LP Indramayu. Menurut Abdul, bantuan dari TK Cendekia diharapkan akan memberi manfaat bagi napi.”Sumbangan yang diperoleh cukup bermanfaat bagi napi,” imbuhnya. Dia berharap, kunjungan tersebut dapat dilakukan secara reguler oleh TK Cendekia Bumi Patra.

Tuesday, July 31, 2007

Phaleria Macrocarpa, Centella Asiatica L, Mahkota Dewa "Racun", ANTIOKSIDAN DAN ANTIBAKTERI,

Mahkota Dewa = Phaleria Macrocarpa

Khasiat buah :
Anti-kanker, anti-tumor, anti-disentri, anti-insekta, hepato-toxic, atasi diabetes, hypertensi, hepatitis, rematik & asam urat.

Buahnya mengandung : :
Saponin, Alkaloid, Polifenol, Plavonoid, Lignan, Minyak Atsiri, Sterol (yg berkhasiat sembuhkan berbagai penyakit kronis spt kanker, diabetes mellitus dsb).

Kasiat daun :
Atasi TBC, radang mata & tenggorokan.

Wanita hamil & bayi dilarang konsumsi mahkota-dewa karena kandungan kimianya sangat aktif.

Kelebihan dosis :
Pusing & mual

===========================================================================

Centella Asiatica L / Daun Kaki-Kuda / Pegagan


Tumguh liar dipadang rumput, tepi selokan, sawah atau ditanam sbg penutup tanah, sbg tanaman sayur, merayap menutupi tanah, daun warna hijau berbentuk spt kipas ginjal.
Hidup ditanah yg agak lembab, cukup sinar matahari atau agak terlindung.
Dapat ditemukan didataran rendah sampai daerah dgn ketinggian 2.5 m dpl.

Kandungan senyawa :
Triterpenoid, saponin, Hydrocotyline & Vellarine.

Kandungan Kimia :
Asam Asiatat, B-Karioneta, B-Kariofilen, B-Elemena, B-Farnesen, B-Sitosterol, Brahminosida, Asam Brahmat, Brahmosida, Asam Sentelat, Asam Sentolat, Asam Elaiodat, Iso-Tankunisida.

Manfaat :
Untuk penurun panas, re-vitalisasi tubuh & pembuluh darah, memperkuat struktur jaringan tubuh, radang hati disertai kuning.
Pegagan bersifat menyejukkan/mendinginkan, menambah tenaga & menimbulkan selera makan.
Digunakan u memperlancar aliran darah ke otak (makanan otak), shg tajam berfikir & meningkatkan saraf memory otak.

Daun :
Re-Vitalisasi sel & pembuluh darah, anti-infeksi, anti-bakteri, menurunkan panas & demam, diuretic, pembengkakan hati, meningkatkan kesuburan wanita, mengurangi gejala asma, mengobati hipotensi.

Herba :
Radang hati disertai kuning, campak, demam, sakit tenggorokan, asma, bronchitis, radang pleura, radang mata merah, keputihan, infeksi, batu saluran kencing, tekanan darah tinggi/hipertensi, rheumatism, pendarahan (muntah darah, batuk darah, mimisan, kencing darah), wasir, sakit perut, disentri, cacingan, tdk nafsu makan, lepra, TBC, keracunan makanan (jengkol, udang, kepiting), keracunan bhn kimia/obat2an.

===========================================================================


Mahkota Dewa "Racun" Irian yang Berkhasiat



Mahkota Dewa "Racun" Irian yang Berkhasiat

Di Indonesia, tanaman mahkota dewa masih belum banyak dikenal sebagai tumbuhan obat-obatan. Sebagian orang malah kerap mengidentikkan tanaman ini dengan daun dewa dan sambung nyawa. Padahal, tanaman ini mengandung kahsiat yang melimpah untuk mengobati berbagai penyakit mematikan di Indonesia.

Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (scheff) boerl, sinonimnya adalah Phaleria macrocarpa warb. Var. wichanii (val) back) ini berasal dari Irian. Tumbuhan berfamili Thymelaeceae ini, dikenal bangsa asing dengan nama The crown of God. Pohonnya diyakini mengeluarkan aura untuk meningkatkan derajat. Makanya, tak heran bila pohon ini dinamai pohon derajat yang tak jarang menjadi tanaman di depan rumah.

Ketinggian pohon ini maksimal mencapai lima meter. Buahnya berwarna merah menyala dan berkulit licin sebesar apel malang kecil. Bunganya harum berwarna putih berbentuk terompet majemuk sebesar bunga cengkih di ketiak daun dan batangnya.

Pengembangbiakan tanaman ini melalui bijinya. Seangkan pemeliharaannya tak rumit, hanya membutuhkan tanah gembur dan air. Pupuk yang digunakan hanya pupuk dasar.

Tanaman ini sudah dikenal khasiatnya di kalangan Keraton Mangkunegara, Surakarta dan Yogyakarta. Khasiatnya adalah mengobati luka dalam sekaligus obat luar seperti diabetes, lever dan pilek. Dari penelitian ilmiah, buah dan daunnya bisa mengatasi alergi seperti biduren, gatal-gatal, bersin-bersin dan sesak napas.

Dalam buku Inventaris tanaman obat Indonesia yang diterbitkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Depkes disebut bahwa tanaman ini berkhasiat obat anti tumor, obat disentri dan obat sakit kulit.

Mahkota dewa termasuk tanaman obat yang keras dan beracun. Menurut Ning Harmanto, yang aktif mengelola pembuatan obat-obatan tradisional, sebelum diramu, daun atau buahnya lebih baik dikeringkan. Bla dimakan segar, getahnya panas dan melepuhkan kulit dalam mulut.

Untuk minuman instan, dianjurkan untuk mencoba satu sendok teh dulu, diseduh dengan air panas. Sehari cukup satu kali dan minum menjelang tidur malam. Bila belum merasakan perubahan, barulah dosis ditambah menjadi satu sendok makan untuk segelas air. Untuk sakit yang agak parah bisa minum sehari dua kali.

Mengkonsumsi teh racikan dicoba dulu mulai dari tiga sampai lima irisan kecil saja, diseduh dengan air mendidih satu gelas atau direbus dengan tiga gelas air hingga menjadi hanya 0,5 gelas. Kemudian minum sedikit demi sedikit menjelang tidur malam selama tiga hari. Selanjutnya apabila penyakitnya cukup serius, dosis ditambah sedikit demi sedikit dari satu sendok teh hingga satu sendok makan.

Untuk mengatasi komplikasi beberapa penyakit, dianjurkan dalam bentuk ramuan dengan obat lain. Misalnya, racikan dan kapsul daun dewa untuk pembengkakan, pendarahan dan bersihkan racun. Kapsul sambiloto untuk anti biotik berbagai sakit infeksi, diabetes, alergi, dan flu.

Racikan dan kapsul temulawak untuk lever, mag, dan lancarkan peredaan darah. Racikan dan kapsul Curcuma zedoaria untuk kanker, keputihan, mag, dan pencernaan.

Kegunaan tanaman mahkota dewa ini tak lepas dari unsur yang dikandung di dalamnya. Dari hasil penelitian Dr Sumastudi dari Farmakologi UGM, senyawa kimianya antara lain, saponin, flafonoid dan beberapa senyawa lain, mempunyai efek antihistamin.*wed

===================================================================

Phaleria macrocarpa Fructus (mahkota dewa)

Secara empiris tanaman ini telah terbukti sangat manjur untuk mengobati penyakit yang disebabkan karena kelebihan asam urat.

Alii sativi Bulbus (bawang putih)
Mempunyai aktivitas sebagai anti inflamasi dengan mekanisme menghambat pembentukan senyawa prostaglandin (pencetus peradangan).

Curcuma domesticae Rhizoma (kunyit)
Banyak mengandung senyawa-senyawa kimia yang memiliki aktivitas anti inflamasi dengan cara menghambat mekanisme dari metabolisme asam arakhidonat dan menghambat sitesis prostasiklin serta menghambat agregasi platelet.

Andrographidis herba (sambiloto)
Telah dilakukan berbagai penelitian yang membuktikan sambiloto berkhasiat mengatasi gejala-gejala peradangan (nyeri dan pegal linu pada persendian) yang disebabkan karena kelebihan asam urat.

====================================================================

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIBAKTERI PRODUK KERING, INSTAN DAN EFFERVESCENT DARI BUAH MAHKOTA DEWA ( Phaleria macrocarpa )

Tri Dewanti W, Siti Narsitoh Wulan dan Indira Nur C.


Abstrak
Penelitian ini bertujuan membandingkan aktivitas antioksidan dan antibakteri produk kering dan produk olahan mahkota dewa yang diolah dengan panas tinggi (instant) maupun dengan panas rendah (effervescent). Aktivitas antioksidan dilakukan dengan menginkubasikan produk sampai hari ke 8, pengamatan setiap 2 hari. Antibakteri dilakukan pada inkubasi 24 jam dengan konsentrasi 12,5%, 25% dan 50%. Metode penelitian yang digunakan adalah RAK dengan factor tungga yaitu jenis produk (kering , instant dan effervescent) masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Uji lanjutannya dengan Uji Ortogonal Kontras pada Ą =0,05 dan Ą = 0,01. Hasil penelitian menunjukkan stabilitas antioksidan semua produk mahkota dewa lebih rendah dari antioksidan sintetik tetapi aktivitasnya lebih tinggi.. Aktivitas antioksidan tertinggi pada seluruh produk terjadi pada hari ke-4, aktivitas effervescent tertinggi 48,71%, kering 37,88% dan instant 33,27%. Aktivitas antibakteri tertinggi pada konsentrasi produk 50%, aktivitas tertinggi pada bakteri Staphylococccus aereus pada produk instant dan effervescent (18,3mm), bakteri Eschericia coli pada produk instant (10 mm). Aktivitas antibakteri produk mahkota dewa pada Staphylococccus aereus lebih besar dari Eschericia coli. Kata kunci : Mahkota Dewa, Antioksidan, Effervescent

Pendahuluan
Mahkota dewa merupakan salah satu tanaman tradisional yang berasal dari Papua, namun saat ini banyak terdapat di Solo dan Yogyakarta karena, sejak dahulu kerabat keraton Solo dan Yogyakarta memeliharanya sebagai tanaman yang dianggap sebagai pusaka dewa karena kemampuannya menyembuhkan berbagai penyakit. Saat ini, pengobatan dengan memanfaatkan mahkota dewa semakin dirasakan khasiatnya oleh masyarakat umum dengan petunjuk beberapa pengobat herbal (Winarto,2003). Bukti-bukti empiris tentang khasiatnya sudah banyak ditemukan di kalangan masyarakat, namun pembuktian secara ilmiahnya masih sangat terbatas. Hasil penelitian Lisdawati (2002) menunjukkan bahwa daging buah dan cangkang biji mengandung beberapa senyawa antara lain: alkaloid, flavonoid, senyawa polifenol, dan tanin. Golongan senyawa dalam tanaman yang berkaitan dengan aktivitas antikanker dan antioksidan antara lain adalah golongan alkaloid, terpenoid, polifenol, flavonoid dan juga senyawa resin (Mills et al., 2000 dan Wiryowidagdo, 2000 dalam Anonymousa 2004). Hasil pengujian sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak semipolar dan polar daging buah dan kulit biji tanaman memiliki aktivitas antioksidan yang cukup potensial dengan nilai IC50 antara 94,89 – 136,79 mg/ml (Yen, 1995 dalam Anonymousa, 2004). Acuan pustaka yang ada telah menyebutkan bahwa tanaman marga Phaleria umumnya memiliki aktivitas antimikroba (Anonymousa, 2004). Senyawa aktif mahkota dewa yang berkhasiat sebagai antibakteri adalah saponin, alkaloid, dan tanin (Sumastuti dan Sonlimar, 2002). Setiap bagian pohon mahkota dewa, terutama yang berkhasiat obat, mendapat perlakuan tertentu setelah dipanen. Perlakuan yang diberikan meliputi penyortiran, pencucian, pemotongan, pengeringan, penyangraian, dan perebusan. Perlakuan-perlakuan ini sebaiknya segera diberikan setelah mahkota dewa dipanen. Jangan ada penundaan waktu, karena penundaan dapat mempengaruhi keoptimalan khasiat mahkota dewa (Anonymousb, 2003). Cara penggunaan yang umum dipakai adalah dengan merebusnya terlebih dahulu. Perebusan sebaiknya menggunakan kuali tanah, panci keramik, panci gelas, panci email, atau panci “stainless steel”. Lamanya perebusan tidak berdasarkan menit atau jam. Sebagai pertanda berakhirnya perebusan adalah banyaknya pengurangan jumlah air, biasanya, pengurangannya sekitar separuhnya. Supaya bisa berkurang sebanyak itu, setelah mendidih, rebusan tetap diletakkan di atas api dengan nyala kecil (Harmanto, 2003). Mahkota dewa bisa dimanfaatkan dalam dua bentuk. Pertama, dalam bentuk tidak diolah atau dimakan langsung mentah-mentah, seperti memakan jambu biji. Ada juga yang menambahkan dengan sambal seperti memakan rujak. Pemanfaatan seperti ini sangat berbahaya. Efek sampingnya cukup serius, mulai dari luka-luka di bibir dan di mulut, mati rasa di lidah, sampai mabuk dan keracunan. Kedua, dalam bentuk sudah diolah menjadi ramuan-ramuan. Ramuan-ramuan ini bisa dikombinasikan dengan ramuan dari tanaman obat lain (Harmanto, 2003). Pengolahan mahkota dewa sebagai minuman fungsional kurang maksimal, sehingga animo konsumen untuk mengkonsumsinya sangat kurang, padahal khasiatnya sangat besar. Selama ini mahkota dewa dikonsumsi dari air seduhan buah mahkota dewa kering yang rasanya sangat pahit, sehingga diperlukan penelitian dan pengembangan produk baru dari mahkota dewa untuk menghasilkan produk yang dapat mengurangi rasa pahit dan praktis dikonsumsi. Pada pembuatan produk instan dan “effervescent” yang membedakan adalah suhu pengolahan, di mana produk instan dibuat dengan suhu tinggi (± 120°C), sedangkan “effervescent” menggunakan suhu rendah (maksimal 60°C). Berdasarkan kemungkinan hilangnya senyawa aktif mahkota dewa pada suhu tinggi, dilakukan penelitian untuk mengetahui kestabilan aktivitas antioksidan dan antibakteri dari mahkota dewa dalam wujud produk olahannya.

Kesimpulan
Aktivitas antioksidan tertinggi dari produk buah mahkota dewa terjadi pada inkubasi hari ke-4, aktivitas tertinggi pada produk “effervescent” yaitu sebesar 48,70%. Produk ini memiliki karakteristik kimianya adalah kadar air 3,1%, pH 5.21, dan total asam 17,98%. Aktivitas antioksidan dapat dinyatakan bahwa aktivitas tertinggi adalah produk “effervescent” yang diikuti oleh produk kering kemudian instan. Proses pengolahan produk “effervescent” menjadikan aktivitas antioksidannya lebih tinggi, sedangkan pengolahan produk instan menjadikan aktivitas antioksidannya lebih rendah daripada bahan baku (produk kering. Karakteristik kimia produk instan adalah pH 5,38, total asam 1,25%, kadar dan air 7,67% sedangkan produk kering adalah pH 5,40, total asam 6,17%, dan kadar air 2,68%.


===========================================================================


MAHKOTADEWA / Phaleria macrocarpa

Sebagian ahli botani menamai mahkota dewa berdasarkan tempat asalnya, yaitu Phaleria papuana Warb. var. Wichannii (Val.) Back. Namun, sebagian yang lain menamainya berdasarkan ukuran buahnya yang besar-besar (makro), yaitu Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. Sebutan atau nama lain untuk mahkota dewa cukup banyak. Ada yang menyebutnya pusaka dewa, derajat, mahkota ratu, mahkota raja, trimahkota. Di Jawa Tengah, orang menyebutnya dengan nama makuto mewo, makuto rojo, atau makuto ratu. Orang Banten menyebutnya raja obat. Nama ini diberikan karena pohon ini mampu mengobati aneka penyakit. Sementara itu, orang Cina lebih suka menyebutnya pau yang berarti obat pusaka. Tidaklah mengejutkan jika beberapa orang pun menginggriskan namanya menjadi the crown of god.

Nama-nama lain yang sangat bagus itu umumnya dimunculkan berdasarkan khasiat yang dikandung pohon ini. Nama-nama lain itu juga mengandung daya tarik. Begitu hebatnya daya tarik itu sampai-sampai negara lain pun sudah meliriknya. Ini terbukti dengan adanya pesanan ekspor pohon mahkota dewa ke Singapura. Pesanan ini memang tidak dipenuhi karena sayang sekali kalau sampai negara lain yang mengembangkannya, bahkan lalu mematenkannya.

Meskipun banyak yang memberikan nama berkonotasi bagus kepada pohon ini, ada juga orang yang memberikan nama berkonotasi sebaliknya. Contohnya, di Depok, Jawa Barat, nama lain mahkota dewa adalah buah simalakama. Walaupun cukup mengagetkan, sebutan ini sebetulnya cukup beralasan. Soalnya, bagi penderita suatu penyakit, jika dimakan melebihi takaran, buah mahkota dewa akan menyebabkan efek negatif yang tidak diharapkan, dari sariawan hingga pusing dan mual-mual. Namun, jika tidak dimakan, penyakitnya malah mungkin tidak bisa disembuhkan. Memang, dalam mengonsumsi buah ini, dosis yang benar-benar tepat harus diperhatikan.

Sampai saat ini banyak penyakit yang berhasil disembuhkan dengan mahkota dewa. Beberapa penyakit berat (seperti sakit lever, kanker, sakit jantung, kencing manis, asam urat, reumatik, sakit ginjal, tekanan darah tinggi, lemah syahwat dan ketagihan narkoba) dan penyakit ringan (seperti eksim, jerawat, dan luka gigitan serangga) bisa disembuhkan dengan pohon ini. Mahkota dewa bisa digunakan sebagai obat dalam, dengan cara dimakan atau diminum, dan sebagai obat luar, dengan cara dioleskan atau dilulurkan. Melihat begitu banyak penyakit yang bisa disembuhkannya, sebutan pusaka para dewa memang layak disematkan untuk pohon ini.

Kaya Kandungan Kimia

Masalah yang mengganjal terhadap pemakaian mahkota dewa sebagai tanaman obat adalah terbatasnya pembuktian-pembuktian ilmiah akan kegunaan pohon ini. Selama ini pembuktian yang ada sebagian terbesar masih berupa pembuktian empiris, pembuktian yang hanya berdasarkan pada pengalaman pengguna.

Literatur-literatur yang membahasnya pun sangat terbatas. R. Broto Sudibyo, Kepala Bidang Pelayanan Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional (SP3T) Rumah Sakit Bethesda, Yogyakarta, menguatkan keterbatasan literatur ini. Dalam literatur kuno pun, keterangan mengenai mahkota dewa sangat terbatas. Hanya kegunaan biji buah yang bermanfaat sebagai bahan baku obat luar, misalnya untuk obat kudis, yang dibahas.

Dari penelitian ilmiah yang sangat terbatas itu diketahui bahwa mahkota dewa memiliki kandungan kimia yang kaya. Itu pun belum semuanya terungkap. Dalam daun dan kulit buahnya terkandung alkaloid, saponin, dan flavonoid. Selain itu, di dalam daunnya juga terkandung polifenol.

Seorang ahli farmakologi dari Fakultas Kedokteran UGM, dr. Regina Sumastuti, berhasil membuktikan bahwa mahkota dewa mengandung zat antihistamin. Zat ini merupakan penangkal alergi. Dengan begitu, dari sudut pandang ilmiah, mahkota dewa bisa menyembuhkan aneka penyakit alergi yang disebabkan histamin, seperti biduren, gatal-gatal, selesma, dan sesak napas. Penelitian dr. Regina juga membuktikan bahwa mahkota dewa mampu berperan seperti oxytosin atau sintosinon yang dapat memacu kerja otot rahim sehingga persalinan berlangsung lebih lancar.

Pembuktian empiris yang ada cukup banyak. Kasusnya juga berbeda-beda, dari yang berat sampai yang sepele. Kasus Tuti di atas hanyalah salah satu contoh. Pembuktian empiris juga dapat ditemui di sebuah pesantren yang getol menangani korban obat-obat psikotropika. Bahkan, beberapa orang dokter yang mengidap penyakit cukup gawat pun sudah membuktikan khasiat mahkota dewa.

Pembudidayaan Mahkota Dewa

Bagian-bagian Pohon

Pohon mahkota dewa termasuk anggota famili Thymelaecae. Sosoknya berupa pohon perdu. Tajuk pohon bercabang-cabang. Ketinggiannya sekitar 1,5—2,5 meter. Namun, jika dibiarkan, bisa mencapai lima meter. Mahkota dewa bisa sampai berumur puluhan tahun. Tingkat produktivitasnya mampu dipertahankan sampai usia 10 hingga 20 tahun.

Pohon mahkota dewa terdiri dari akar, batang, daun, bunga, dan buah. Akarnya berupa akar tunggang. Panjang akarnya bisa sampai 100 cm. Akar ini belum terbukti bisa digunakan untuk pengobatan.

Batangnya terdiri dari kulit dan kayu. Kulitnya berwarna cokelat kehijauan, sementara kayunya berwarna putih. Batangnya ini bergetah. Diameternya mencapai 15 cm. Percabangan batang cukup banyak. Batang ini secara empiris terbukti bisa mengobati penyakit kanker tulang.

Daun mahkota dewa merupakan daun tunggal. Bentuknya lonjong-langsing-memanjang berujung lancip. Sekilas menyerupai bentuk daun jambu air, tetapi lebih langsing. Teksturnya pun lebih liat. Warnanya hijau. Daun tua berwarna lebih gelap daripada daun muda. Permukaannya licin dan tidak berbulu. Permukaan bagian atas berwarna lebih tua daripada permukaan bagian bawah. Pertumbuhannya lebat. Panjangnya bisa mencapai 7—10 cm, dengan lebar 3—5 cm. Daun mahkota dewa termasuk bagian pohon yang paling sering dipakai untuk pengobatan. Pemanfaatannya dilakukan dengan cara merebusnya. Penyakit yang dapat disembuhkan antara lain lemah syahwat, disentri, alergi, dan tumor.

Bunga mahkota dewa merupakan bunga majemuk yang tersusun dalam kelompok 2—4 bunga. Pertumbuhannya menyebar di batang atau ketiak daun. Warnanya putih. Bentuknya seperti terompet kecil. Baunya harum. Ukurannya kira-kira sebesar bunga pohon cengkeh. Bunga ini keluar sepanjang tahun atau tak kenal musim, tetapi paling banyak muncul pada musim hujan. Bunga mahkota dewa belum terbukti dapat digunakan untuk pengobatan.

Buah mahkota dewa merupakan ciri khas pohon mahkota dewa. Bentuknya bulat, seperti bola. Ukurannya bervariasi, dari sebesar bola pingpong sampai sebesar apel merah. Penampilannya tampak menawan, merah menyala. Pada malam hari, jika terkena sinar lampu, tampak seperti berkilau. Apalagi jika sudah tua. Penampilan buah mahkota dewa memang tampak merangsang selera untuk memakannya. Namun, hati-hati. Memakannya berarti harus bersiap-siap untuk setidaknya merasakan mabuk atau pusing. Buah ini mampu tumbuh dengan cukup lebat. Buah mahkota dewa terdiri dari kulit, daging, cangkang, dan biji.

Saat masih muda, kulitnya berwarna hijau. Namun, saat sudah tua, warnanya berubah menjadi merah marun. Ketebalan kulit sekitar 0,5—1 mm. Daging buah berwarna putih. Ketebalan daging bervariasi, tergantung pada ukuran buah. Dalam pengobatan, kulit dan daging buah tidak dipisahkan. Jadi kulit tidak perlu dikupas dulu. Saat masih muda, rasa kulit dan daging ini sepet-sepet pahit. Namun, saat sudah tua, rasanya berubah menjadi sepet-sepet agak manis. Jika dimakan langsung akan menimbulkan bengkak di mulut, sariawan, mabuk, bahkan keracunan. Karenanya, tidak dianjurkan untuk memakannya langsung. Dianjurkan pemanfaatan kulit dan daging buah dengan cara merebusnya terlebih dahulu. Kulit dan daging buah ini antara lain mampu mengobati flu, rematik, sampai kanker rahim stadium akhir. Kulit dan daging buah juga termasuk bagian pohon yang paling sering digunakan untuk pengobatan.

Cangkang buah adalah batok pada biji. Jadi, cangkang ini bagian buah yang paling dekat dengan biji. Cangkang buah berwarna putih. Ketebalannya bisa mencapai 2 mm. Rasa cangkang buah juga sepet-sepet pahit, tetapi lebih pahit daripada kulit dan daging. Juga tidak dianjurkan untuk memakannya langsung. Soalnya, dapat menyebabkan mabuk, pusing, bahkan pingsan. Pemanfaatannya juga dianjurkan dengan cara merebusnya. Cangkang ini terbukti dapat digunakan untuk pengobatan, antara lain dapat menyembuhkan penyakit kanker payudara, kanker rahim, sakit paru-paru, dan sirosis hati. Seperti daun dan kulit serta daging buah, cangkang juga termasuk bagian pohon yang paling sering digunakan untuk pengobatan. Cangkang ini lebih mujarab dibandingkan dengan kulit dan daging buah.

Seperti bentuk buahnya, biji buah juga bulat. Warnanya putih. Diameternya mencapai 2 cm. Biji ini sangat beracun. Jika tergigit akan menyebabkan lidah kaku, mati rasa, dan badan meriang. Karenanya, biji ini hanya digunakan untuk obat luar sebagai obat oles. Biji ini terbukti dapat digunakan untuk mengobati aneka penyakit kulit. Pemanfaatan biji dilakukan dengan cara mengeringkan dan menyangrainya sampai gosong.

Sangat tidak dianjurkan untuk memakan buah mahkota dewa mentah-mentah. Soalnya, akibat yang ditimbulkannya cukup serius. Di Depok pernah ada yang mencoba memakan buahnya begitu saja. Hasilnya, orang itu langsung mabuk. Di Yogyakarta juga pernah ada yang mencoba menelan bijinya mentah-mentah. Hasilnya lebih parah. Dia merasakan tubuhnya sangat panas, seperti terbakar api, dan buang-buang air terus-menerus. Namun, setelah tidur, keesokan harinya, tubuhnya terasa sangat segar. Memang, hanya orang-orang tertentu yang merasa tidak bermasalah dalam mengonsumsi mahkota dewa mentah-mentah.

Ibu-ibu yang hamil muda dilarang mengonsumsi mahkota dewa. Soalnya, kemampuan mahkota dewa yang bisa meningkatkan kontraksi otot rahim sangat berbahaya bagi kondisi kehamilan.

Efek yang biasanya muncul setelah mengonsumsi mahkota dewa adalah serangan rasa kantuk. Efek seperti ini normal-normal saja. Efek yang lain adalah mabuk. Untuk menghilangkan efek ini, perbanyaklah minum air putih. Dosis mahkota dewa pun perlu dikurangi jika meminumnya lagi. Jika mabuk lagi, hentikan pemakaian sementara.

Untuk penyakit-penyakit dalam dan sangat serius seperti misalnya kanker rahim setelah mengkonsumsi Mahkota Dewa badan bisa panas dingin dan kadang kala mengeluarkan gumpalan darah yang berbau busuk. Hal ini merupakan proses membersihkan penyakit.

Awalnya, selain sebagai tumbuhan obat, mahkota dewa berfungsi sebagai pohon peneduh. Karena pohon ini juga tampak indah, terutama bunga dan buahnya, banyak orang yang memfungsikannya sebagai pohon hias. Meskipun indah, pohon ini sebenarnya mengandung racun. Racun ini terutama tersimpan di dalam bijinya. Karenanya, sikap berhati-hati perlu dikembangkan dalam menanam, mengonsumsi, dan mengolah hasil pohon ini. Bahkan setelah menjadi ramuan obat sekalipun, jika pemakaiannya melebihi dosis yang dianjurkan, efek-efek negatif yang tidak diharapkan bisa tetap muncul.

Uniknya, menurut seorang peneliti dari Gajah Mada, tanaman yang beracun biasanya justru sangat bagus untuk menanggulangi tumor dan kanker ganas. Analoginya, ular kobra terkenal dengan bisanya yang sangat mematikan, tetapi darahnya sangat manjur untuk pengobatan. Sebetulnya, bukan hanya mahkota dewa yang beracun. Beberapa pohon obat lain pun beracun. Dalam buku Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Kanker, dr. Setiawan Dalimarta menuliskan dua belas pohon beracun yang manjur untuk menyembuhkan kanker. Pohon-pohon itu adalah bidara laut, tapak dara, ceguk, daun encok, jarak, kamboja merah, kayu manis cina, ki tolod, leunca, pacar air, sikas, dan tali putri. Selain itu tanaman keladi tikus juga amat beracun.

Dari Dataran Rendah sampai Dataran Tinggi

Mahkota dewa tergolong pohon yang mampu hidup di berbagai kondisi, dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Pohon ini mampu hidup di ketinggian 10—1.200 meter dpl (dari permukaan laut). Namun, pertumbuhannya paling baik jika ditanam di ketinggian 10—1.000 meter dpl.

Sampai saat ini belum ada orang yang secara serius mengupayakan perbanyakan mahkota dewa. Salah satu sebabnya mungkin karena pembudidayaannya yang memang susah-susah gampang. Yang sudah diketahui dengan pasti, mahkota dewa bisa ditanam di tanah pekarangan atau kebun, dan bisa juga ditanam di dalam pot. Pohon ini akan tumbuh dengan sangat baik jika ditanam di tanah yang gembur dengan kandungan bahan organik yang tinggi. Pohon yang ditanam di dalam pot pertumbuhannya tidak setinggi yang ditanam di kebun atau pekarangan.

Perbanyakan pohon bisa dilakukan secara vegetatif dan secara generatif. Dari sekian cara perbanyakan vegetatif, hanya pencangkokan yang telah menunjukkan keberhasilan. Dengan setek batang belum ada hasilnya.

Sebetulnya, pencangkokan agak sulit dilakukan karena batang mahkota dewa sangat bergetah. Pencangkokan baru bisa dilakukan jika batang yang dikupas sudah mulai mengering. Pencangkokan juga sebaiknya dibantu dengan krim hormon perangsang pertumbuhan akar.

Hal yang perlu dilakukan dalam mencangkok adalah memberikan tambahan air bila tak ada hujan. Kurangi cabang yang terlalu panjang dan banyak. Kurangi juga daunnya bila terlalu lebat. Dalam waktu 2—3 minggu, akar batang yang dicangkok sudah mulai tumbuh. Cangkokan bisa dipindahkan ke media penanaman setelah usianya mencapai 6 - 8 minggu

Perbanyakan secara generatif dilakukan dengan biji. Perbanyakan dengan cara ini paling banyak dilakukan karena memang paling mudah. Kelemahannya, pertumbuhan pohon lebih lama.

Dalam perbanyakan dengan biji, mula-mula petik buah yang benar-benar sudah tua atau matang di pohon, ambil bijinya yang tersembunyi di balik cangkangnya, kemudian semaikan biji itu di tempat persemaian dengan media sekam bakar dicampur dengan kompos. Setelah bertunas, pindahkan ke media penanaman permanen, baik di pekarangan maupun di dalam pot.

Biji yang dipilih untuk disemaikan adalah biji yang benar-benar bagus. Ciri biji yang bagus adalah berisi penuh saat dipegang, keras, tidak kempes, dan tidak cacat dimakan ulat.

Saat penyemaian, perawatan yang perlu dilakukan adalah memperhatikan kelembapan medianya. Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari dengan menggunakan hand sprayer atau semprotan yang lembut. Pemupukan tidak boleh menggunakan pupuk kimia karena bisa mengurangi khasiat obatnya. Yang paling aman menggunakan pupuk kompos atau pupuk kandang yang sudah tak berbau.

Tanaman dipindahkan ke media penanaman setelah berumur dua bulan atau ketinggiannya sudah mencapai 10—15 cm. Cara memindahkannya dengan melubangi bagian bawah polybag lalu memasukkannya ke lubang tanam. Setelah dipindahkan ke media penanaman permanen, perawatan yang perlu dilakukan adalah menyiraminya setiap hari dan memberikan pupuk kandang atau pupuk kompos dua minggu sekali.

Media penanaman di pekarangan atau kebun sama dengan media untuk tanaman buah pada umumnya. Media penanaman di dalam pot adalah tanah, kompos atau pupuk kandang, pasir atau sekam dengan perbandingan 1 : 1 : 1. Pot yang digunakan sebaiknya berukuran diameter 30 cm dan tinggi 40 cm. Bahannya bisa dari tanah, plastik, kayu, atau kaleng.

Di samping memiliki kelemahan seperti disebut di atas, penanaman di dalam pot memiliki banyak keunggulan. Yang paling menonjol adalah penempatannya yang bisa dilakukan di mana pun. Bisa di dalam kamar, di atas kamar, di atas pagar, di atas got, atau bisa pula di atas genting. Penanamannya pun bisa dilakukan secara vertikultur. Penanaman secara vertikultur ini, di banyak negara seperti Jepang dan Cina, menyumbangkan hasil pertanian yang cukup dominan.

Dalam umur 10—14 hari sejak biji disemai, daun-daun mulai tumbuh. Bunga mulai kelihatan ketika pohon sudah berusia 8—12 bulan. Sementara itu, buah akan muncul saat pohon berusia 10—12 bulan. Buah ini akan sangat bagus pertumbuhannya jika penyiraman dilakukan dengan rutin dan teratur. Soalnya, buah mahkota dewa memerlukan banyak air.

Buah bisa dipetik saat sudah berusia dua bulan. Saat itu buah sudah matang. Cirinya, antara lain, kulit buah sudah berwarna merah marun dan berbau manis seperti aroma gula pasir. Jika sudah matang, sebaiknya buah langsung dipetik. Pemetikan jangan ditunda sebab buah bisa membusuk. Buah yang busuk kualitasnya sudah menurun. Begitu juga dengan khasiatnya. Menurut hasil penelitian, buah yang matang maupun mentah kandungannya sama. Hanya saja, jika akan dibuat menjadi minuman instan hendaknya gunakan buah yang benar-benar matang. Sebaliknya, untuk pengobatan sakit kanker, justru lebih baik memanfaatkan buah yang masih mentah dan hijau.

Pemupukan

Untuk mendapatkan mahkota dewa yang berkualitas, sebaiknya hindari pemupukan dengan menggunakan pupuk-pupuk anorganik. Cukup gunakan pupuk organik saja. Pemakaian pupuk anorganik akan mempengaruhi kandungan kimiawi daun dan buah mahkota dewa.

Pupuk organik bisa dibuat sendiri dengan cara-cara yang sederhana misalnya:

1. membusukkan sampah rumah tangga dengan membuatkan lobang di tanah, bila sudah penuh, uruk dengan tanah. Untuk mempercepat pembusukan bisa menggunakan sirup manis 3 sendok makan. Bisa juga menggunakan bakteri M-Bio.Berikan tanda ditempat tersebut, dua bulan kemudian sampah tersebut bisa dijadikan pupuk.

2. Bila tanaman sudah berumur sepuluh bulan perlu diberikan pupuk buah yang alami buatan sendiri, yakni dengan membakar sampah organic yang kering, sekam padi atau lebih bagus lagi sampah-sampah dari daun dan ranting Mahkota Dewa. Pembakarannya jangan semua jadi abu, bila sampah atau sekam sudah nampak membara segera siram dengan air, biarkan hingga dingin. Sebulan sekali tanah disekitar pohon di dangir atau digemburkan., taburkan sampah organic di sekitar pohon.

3. Bisa juga memanfaatkan kepala udang atau sampah ikan dan daging, tanam disekitar pohon. Untuk menghindari semut bisa memanfaatkan biji Mahkota Dewa, cengkeh dan tembakau yang dibuat tepung.

4. Keringkan tahi kambing, kotoran sapi, ayam dan kotoran hewan lainnya. Bila sudah tidak berbau, kotoran tersebut bagus untuk pupuk.

Bagian dari TOGA

Ada yang mendefinisikan pohon atau tanaman obat sebagai pohon yang salah satu, sebagian, atau seluruh bagiannya mengandung zat atau bahan yang berkhasiat menyembuhkan penyakit. Bagian yang dimaksud bisa daun, batang, akar, umbi, buah, atau bunga. Dari definisi di atas, yang termasuk pohon obat yang tumbuh di Indonesia ternyata setidaknya terdiri dari 940 jenis pohon. Mahkota dewa hanyalah satu satu jenisnya.

Dalam penanamannya, pohon-pohon obat itu bisa dibentuk menjadi suatu taman obat. Istilah yang populer untuk menyebut taman ini adalah TOGA, taman obat keluarga. TOGA ini bisa dirancang di kebun kecil, pekarangan, atau di dalam rumah. Salah satu patokan yang harus dipegang dalam merancang TOGA, terutama yang di pekarangan atau di dalam rumah, adalah faktor estetika atau keindahan taman dan rumah. Jangan sampai kehadirannya justru merusak pemandangan. Untuk itu, harus ada semacam ‘penyesuaian’ antarpohon serta antara pohon dan benda-benda lain, seperti kolam, lampu, jalan setapak, atau kandang-kandang. ‘Penyesuaian’ ini bersifat sangat relatif, tergantung pada selera pemilik.

TOGA sangat bermanfaat bagi keluarga. Selain sewaktu-waktu bisa dimanfaatkan sendiri untuk menyembuhkan aneka penyakit, hasil TOGA juga bisa dijual. Sayangnya, minat masyarakat Indonesia dalam membuat TOGA masih kurang. Penyebabnya antara lain sebagai berikut.

1. Masyarakat Indonesia terbiasa dengan hal-hal yang praktis. Harus diakui, meramu TOGA membutuhkan waktu dan sedikit pengetahuan, sedangkan obat-obatan modern bersifat sangat praktis. Kepraktisan ini juga digembar-gemborkan oleh aneka media massa melalui iklan.

2. Kurangnya lahan untuk merancang TOGA. Padahal, ini bukan alasan. Soalnya, TOGA bisa dirancang di atas kamar sekalipun.

3. Sulitnya mendapatkan bibit-bibit pohon obat. Memang ada beberapa pohon obat yang bibitnya sulit didapat. Namun, banyak juga yang bibitnya sangat gampang didapat.

4. Kurangnya pemahaman akan manfaat dan cara pengolahan TOGA. Kendala ini hanya bisa diatasi dengan kesadaran sendiri untuk mencari informasi tentang manfaat dan cara mengolah atau merancang TOGA.

Dilihat dari polanya, penanaman pohon obat di TOGA ada dua cara. Pertama, penanaman secara monokultur. Artinya, satu jenis tanaman obat ditanam secara berkelompok di satu areal tanam. Kedua, penanaman secara tumpang sari. Artinya, beberapa jenis obat ditanam secara berbarengan di satu areal tanam. Kedua pola di atas memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Salah satu kelemahan monokultur adalah adanya kesan monoton.

Mahkota dewa bisa ditanam secara monokultur ataupun secara tumpang sari. Untuk menghindari kesan monoton, sebaiknya mahkota dewa ditanam secara tumpang sari. Mahkota dewa bisa ditanam dengan daun dewa, sambiloto, atau kumis kucing. Dalam penanaman di dalam pot, mahkota dewa bisa disandingkan dengan handeuleum, cengkaruk, atau keji beling.

Dalam menanam mahkota dewa, kehati-hatian mutlak diperlukan. Jangan sampai pohon ini dapat ‘dipermainkan’ oleh anak kecil, terlebih balita. Soalnya, bisa saja buahnya dipetik lalu coba-coba dimakan olehnya. Ini tentu sangat berbahaya.

Bibit mahkota dewa bisa diperoleh di beberapa penjual khusus bibit pohon obat-obatan. Bibit ini bisa juga diperoleh di beberapa penjual ramuan tradisional. Harganya bervariasi, tergantung pada umur pohon dan buah yang muncul. Makin tua pohon, makin mahal harganya. Pohon yang sudah berbuah juga lebih mahal daripada pohon yang belum berbuah. Pada tahun 2001, harga pohon yang belum berbuah sekitar Rp40.000. Untuk yang sudah berbuah, harganya bisa mencapai ratusan ribu rupiah.

Pembasmian Musuh Alami

Mahkota dewa mempunyai musuh alami berupa hama pengganggu. Hama yang biasanya muncul adalah belalang, kutu putih, dan ulat buah. Pemberantasan hama ini jangan menggunakan pestisida sebab racun atau residu pestisida dapat menempel dan tertinggal di bagian-bagian pohon. Dikhawatirkan residu ini terbawa atau tidak hilang ketika mahkota dewa diracik menjadi obat-obatan. Akibatnya, alih-alih menyembuhkan, malah penyakit tambahan yang didapat.

Pembasmian musuh alami ini sebaiknya menggunakan pestisida buatan sendiri yang terbuat dari campuran tembakau, mamba, lengkuas, serai, sabun colek, daun sambiloto, brotowali, bawang putih, dan biji srikaya yang dihancurkan. Jika tidak semuanya tersedia, beberapa bahan bisa diabaikan. Bahkan, jika susah mendapatkan semua bahan di atas, biji mahkota dewa itu sendiri bisa dipergunakan untuk membasminya.

Contoh formula untuk membuat pestisida:

- daun mimba 8 kg
- lengkuas 6 kg
- serai 6 kg
- sabun colek 20 gr
- air 20 lt

Cara membuatnya sebagai berikut. Tumbuk-haluslah daun mimba, lengkuas, dan serai. Campurkan. Masukkan campuran tersebut ke dalam ember besar. Tambahkan 20 liter air. Aduk sebentar, lalu diamkan selama 24 jam. Keesokan harinya, saringlah dengan kain halus. Masukkan sabun colek yang telah dilarutkan dengan sedikit air ke dalam campuran. Setelah itu, tambahkan lagi 60 liter air. Sebaiknya air yang digunakan adalah air panas atau air hangat. Penggunaan air panas atau hangat ini akan memperbesar kelarutan bahan aktif dalam air sehingga pestisida akan bekerja lebih cepat.

Cara mengaplikasikan pestisida buatan itu adalah dengan langsung menyemprotkannya pada hama pengganggu, baik yang sendiri maupun yang berkelompok. Penyemprotan sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari untuk mencegah penguraian bahan aktif akibat teriknya matahari. Frekuensi penyemprotan umumnya dilaksanakan dua sampai tiga kali dengan selang waktu tiga hari.

Pemanenan

Dalam memanen mahkota dewa, perhatikan dulu bagian apa yang akan dipanen. Soalnya, cara memanen setiap bagian pohon mahkota dewa berbeda-beda. Contohnya, cara memanen daun tidak sama dengan cara memanen buah. Untuk lebih jelasnya, perhatikan petunjuk umum berikut.

1. Daun yang dipanen adalah daun yang masih segar dan tidak terkena penyakit. Daun yang dipanen sebaiknya yang sudah cukup tua. Cirinya, bentuknya paling besar dibandingkan dengan daun lain. Warnanya pun lebih gelap.

2. Buah yang dipanen adalah buah yang sudah benar-benar matang dan sehat atau tidak terkena penyakit. Cirinya, tampak segar, tidak memiliki cacat sekecil apa pun, dan berwarna merah marun.

3. Biji yang diambil untuk obat adalah biji dari buah yang sudah benar-benar matang tadi.

4. Khusus untuk tujuan pengobatan kanker dan lever petiklah buah yang masih berwarna hijau namun cukup tua, tandanya warna buah hijau tua.

5. Batang. Batang yang diambil adalah batang yang sudah cukup umur. Cirinya, warna cokelatnya lebih banyak daripada warna hijaunya.