Tuesday, July 31, 2007

Mahkota Dewa ( Phaleria Macrocarpa )

SEJAK tiga tahun terakhir, khasiat mahkota dewa, Phaleria macrocarpa, (Scheff) Boerl, salah satu jenis tanaman obat asli Indonesia, mulai banyak diperbincangkan.

Bahkan, kalangan medis pun mulai melirik keampuhan buah dewa itu sebagai obat mujarab yang mampu menyembuhkan berbagai penyakit mulai dari flu hingga kanker leher rahim.

Ketenaran mahkota dewa sebagai obat tradisional yang ampuh itu tidak lepas dari jerih payah Mikhael Wuryaning Setyawati (46) atau yang lebih dikenal dengan nama Ning Harmanto. Berkat ketekunan ibu berputra dua itu, kini semakin banyak orang yang percaya akan khasiat mahkota dewa.

Sebelumnya, mahkota dewa hanyalah tanaman biasa, yang sering dipangkas pemiliknya jika mulai tumbuh tidak beraturan. Bahkan, sebagian besar masyarakat sengaja menghindari tanaman itu karena menganggapnya sebagai tumbuhan beracun, hingga tak ada yang berani memakan buahnya.

Pada awalnya Ning pun mempunyai perasaan sama. Tidak percaya buah yang dihasilkan oleh tanaman yang biasa-biasa saja itu menyimpan khasiat luar biasa. Namun, setelah dia mengenal lebih jauh, apalagi "terpaksa" menggunakannya, Ning pun bertekad untuk menyebarluaskan potensi luar biasa dari buah dewa itu.

Dalam seminar sekaligus peluncuran buku karyanya, Menaklukkan Penyakit Bersama Mahkota Dewa di Jakarta, Sabtu (5/4), Ning mengatakan saat ini telah banyak orang dari berbagai kalangan, termasuk dokter yang mulai meyakini khasiat mahkota dewa.

Ning menuturkan, sejak dia mendirikan Klinik Tradisional Mahkota Dewa di Jakarta Utara pada akhir 2002, jumlah pasien yang mengunjungi kliniknya terus bertambah setiap hari.

"Saya selalu menganjurkan kepada pasien untuk benar-benar mengikuti petunjuk di dalam brosur. Memang, meski khasiat obat ini sudah terbukti bisa menyembuhkan berbagai penyakit gawat, sifatnya masih alternatif. Karenanya, saya akan terus berupaya agar lebih banyak orang yang memilihnya sehingga mahkota dewa bukan lagi sekadar obat alternatif," katanya.


Turun-temurun

Ning menjelaskan, untuk pengobatan, bagian tanaman mahkota dewa yang digunakan adalah batang, daun dan buahnya.

Secara empiris (turun-temurun) mahkota dewa terbukti mampu menaklukkan aneka jenis kanker, lemah syahwat, disentri, diabetes mellitus, alergi, lever, sakit jantung, gangguan pada ginjal, asam urat, reumatik, darah tinggi, stroke, migrain, aneka penyakit kulit, jerawat, dan juga kolesterol.

Uniknya, mahkota dewa juga bisa memulihkan gangguan pada hewan. Tak heran jika pencinta binatang peliharaan terutama ikan lou han yang kini sedang ngetren, mulai memburu mahkota dewa.

"Kalau manusia saja bisa sembuh, kenapa binatang tidak bisa?" kata peserta seminar yang kebetulan memang memelihara ikan lou han.

Ternyata, secara ilmiah khasiat mahkota dewa itu pun telah diteliti oleh Dra Vivi Lisdawati MSi, Apt, dan dituangkan dalam tesis S-2 di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Indonesia.

Vivi mengakui obat yang berasal dari tumbuhan atau bahan alam di Indonesia, termasuk mahkota dewa umumnya masih digunakan secara empirik.

Karenanya, untuk meningkatkan penggunaan obat tradisional agar dapat menjadi bagian integral dari sistem pengobatan formal, pemerintah pun menetapkan aturan melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI No 760 Tahun 1992 tentang fitofarmaka dan Kepmenkes RI No 761 Tahun 1992 tentang pedoman fitofarmaka.

Fitofarmaka adalah sediaan obat yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya, bahan bakunya terdiri atas simplisia atau sediaan galenik yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku. Berdasarkan definisi itu dapat dinyatakan sediaan fitofarmaka merupakan suatu bentuk obat baru yang berasal dari tanaman obat tradisional.


Penelitian Ilmiah

Vivi melanjutkan, mahkota dewa merupakan salah satu tanaman asli Indonesia yang telah digunakan masyarakat secara turun-temurun, namun hingga kini masih belum ada informasi yang memadai dari segi ilmiah.

Padahal, tidak mustahil jika suatu obat tradisional mendapat banyak pengakuan dari masyarakat dan nantinya mengarah ke bentuk sediaan fitofarmaka.

"Tapi, tentu saja dengan syarat obat itu telah terbukti efektif dan aman secara ilmiah. Karena itu, yang paling dibutuhkan agar obat tradisional bisa berkembang dan diakui secara optimal adalah seberapa jauh dukungan penelitian ilmiah terhadap tanaman obat tersebut," katanya.

Guna melengkapi pemanfaatan tanaman mahkota dewa yang telah banyak dikenal sebagai obat kanker, Vivi melakukan serangkaian penelitian penapisan farmakologi dan identifikasi terhadap senyawa kimia aktif yang terdapat dalam tanaman itu. Hasil pengujian pertama, yakni bioaktivitas ekstrak buah tanaman dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) dan dilanjutkan uji penapisan antikanker terhadap sel leukemia L1210 secara in vitro menunjukkan mahkota dewa memiliki toksisitas sangat tinggi.

Artinya, selain dianjurkan pemanfaatannya harus hati-hati dan sesuai takaran, mahkota dewa juga memiliki aktivitas farmakologi yang sangat besar. Dari pengujian tahap kedua, yakni aktivitas antioksidan ekstrak buah tanaman diketahui, ekstrak buah mahkota dewa terbukti sangat potensial sebagai antikanker.

Pngujian ketiga untuk mengidentifikasi salah satu senyawa kimia aktif yang terdapat dalam ekstrak buah mahkota dewa. Hasilnya, ditemukan senyawa lignan yang termasuk dalam golongan polifenol.

Senyawa itu merupakan golongan senyawa kimia yang telah dikenal sebagai antikanker. Selain itu, juga ditemukan senyawa syringaresinol yang telah terbukti memiliki aktivitas farmakologi sitostatika yang mirip dengan struktur kimia senyawa yang telah ditemukan.



No comments: