Friday, June 22, 2007

Kalla: Masak SBY Marah Lapor Presiden sebelum Golkar dan PDIP Koalisi


JAKARTA - Partai Golkar sangat rapi dalam melakukan manuver pembentukan poros baru dengan PDIP. Ketua Umum Jusuf Kalla cukup cerdik memosisikan diri dalam pusaran politik yang sensitif itu. Kalla yang masih masuk paket ”dwitunggal” bersama Presiden SBY ternyata tidak ingin melupakan duetnya itu. Sebelum Surya Paloh yang mengatasnamakan Golkar melakukan koalisi dengan Ketua Dewan Pertimbangan Pusat PDIP Taufik Kiemas, Kalla melaporkan agenda itu kepada SBY. ”Pertemuan itu bukan rahasia karena sudah saya informasikan secara terbuka. Sebelum ke Jatim, sudah saya sampaikan pada presiden, Golkar akan begini (bertemu, red) dengan PDIP. Pertemuan biasa saja,” paparnya.Karena itu, Kalla yakin hubungan dirinya dengan Presiden SBY tidak akan terganggu setelah pertemuan partai di Medan itu. ”Ah tidak. Masak presiden marah?” jawab Kalla ketika ditanya apakah itu akan menimbulkan reaksi dari SBY. Namun, sejumlah tokoh Partai Demokrat –kendaraan politik SBY– melihat pertemuan itu sebagai manuver Paloh untuk meningkatkan daya tawar Partai Golkar terhadap SBY. Apakah pertemuan Paloh dengan Kiemas itu memengaruhi posisi politik Golkar? ’’Tidak juga,’’ kata Kalla. Menurut dia, pertemuan kader kedua partai tidak bertentangan dengan posisi Golkar sebagai partai pemerintah dan peran PDIP sebagai partai oposisi. ”Oposisi atau pemerintah itu satu pikiran dalam konteks kebangsaan. Kemakmuran itu kan tanggung jawab (partai) oposisi dan (partai) pemerintah. Hanya beda cara,” terang wakil presiden tersebut.Kalla merasa hubungannya dengan SBY tidak terganggu karena pertemuan Medan itu bukan koalisi politik. Dia menolak disebut partainya tengah menjajaki koalisi permanen dengan PDIP. Dia menilai pertemuan kader Golkar dengan PDIP di Sumatera Utara itu terkait dengan kepentingan kebangsaan, bukan kepentingan politik.”Dalam politik, tidak ada (koalisi) permanen. Parpol tidak bisa koalisi (sebelum pemilu) karena semua ingin menang di pemilu legislatif. Urusan 2009 ya nanti pada 2009 saja,” ujar Kalla setelah acara peringatan Hari Lanjut Usia Nasional di Istana Wakil Presiden kemarin.Meski bersaing secara politis, ujar Kalla, Golkar dan PDIP bersahabat dalam masalah kebangsaan. Partai bisa saja bersaing di satu program, tapi tidak bisa bersaing di seluruh program. ”Supaya jangan ada (asumsi) politik itu harus berhadap-hadapan. Supaya nyaman lah,” katanya. Menurut Kalla, persahabatan Golkar dengan PDIP tidak hanya dalam pertemuan kader kedua partai di Sumatera Utara, tapi juga berkoalisi dengan sejumlah parpol pemenang pemilu di Pilkada DKI Jakarta. ”Golkar, PDIP, Demokrat, PAN, dan PKB kan bersatu mendukung satu calon dalam Pilkada DKI Jakarta. Itu salah satu bentuk kerja sama dalam konteks kebangsaan,” terangnya. Walaupun Kalla ”merestui” pertemuan Paloh-Kiemas itu, tidak seluruh petinggi Golkar menganggap itu sebagai suara institusi. Agung Laksono, wakil ketua umum Partai Golkar, misalnya, menilai pertemuan tersebut manuver sebagian kader. ”Bukan berarti menjadi sikap resmi partai,” ujar Agung.Orang nomor dua di Golkar itu menegaskan, pertemuan Paloh tidak membawa nama lembaga. Dia menyatakan tidak ada keputusan DPP untuk mengadakan pertemuan tersebut.Pernyataan Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Surya Paloh bahwa tidak tertutup kemungkinan pertemuan tersebut menjadi perintis koalisi di 2009 ditanggapi dingin oleh Agung. Menurut dia, aliansi Paloh-Kiemas tidak mengikat karena tidak melalui mekanisme bottom up di internal partai.Ditanya soal kelanjutan pertemuan Medan, ketua DPR itu mengatakan, pihaknya harus mendapat penjelasan dulu soal tujuan pembentukan aliansi tersebut. ’’Kalau mengarah ke koalisi secara utuh, ya harus melalui forum yang berwenang dan mempunyai kekuatan hukum,” lanjutnya.Mantan Ketua Umum DPP Partai Golkar Akbar Tandjung menyayangkan manuver politik yang dipertontonkan petinggi Partai Golkar dengan pimpinan PDIP. Akbar menilai, pertemuan petinggi PDIP dengan Partai Golkar itu adalah manuver individu yang tidak menguntungkan partai. ”Manuver politik di kalangan individu seperti itu hendaknya dihilangkan saja,” katanya saat dihubungi Jawa Pos (Grup Radar Cirebon) kemarin. Sebab, lanjut dia, gerakan politik yang mengutamakan kepentingan individu justru akan membuat lemahnya soliditas Partai Golkar. Mantan ketua DPR itu menyarankan, urusan politik praktis hendaknya dipasrahkan kepada fraksi di DPR sebagai kepanjangan tangan partai.Dewan pengurus pusat (DPP) partai, lanjut Akbar, hendaknya lebih memfokuskan diri pada konsolidasi seluruh kekuatan internal Partai Golkar untuk menyongsong konstelasi Pemilu 2009. Apalagi, lanjut dia, pemerintah juga telah diberi kesempatan untuk mengonsolidasikan kabinet barunya lewat reshuffle beberapa waktu lalu. ’’Semestinya, elite Partai Golkar fokus pada agenda politik 2009. Manuver politik seperti ini dari sisi kepentingan Partai Golkar tak ada urgensinya,” katanya. Selain itu, Akbar menilai langkah tersebut akan semakin membingungkan konstituen. Sebab, publik telanjur mempersepsikan Partai Golkar sebagai pendukung pemerintah. Sebaliknya, PDIP sejak awal dianggap sebagai kekuatan oposisi. Ternyata, tiba-tiba muncul manuver dari penasihat partai sedemikian rupa. ’’Ketum DPP harus jelaskan ini supaya kader di bawah tidak bingung,” ujarnya. Jika fungsi konsolidasi ditinggalkan DPP, lanjut dia, Partai Golkar bisa tertinggal dalam Pemilu 2009. Terlebih lagi hasil polling belakangan menunjukkan tren Partai Golkar menurun. ’’Kalau tren penurunan itu tidak segera diatasi dengan konsolidasi, bisa jadi Golkar kalah di 2009,” katanya. Jika sampai Partai Golkar kalah, lanjut Akbar, pengurus DPP Partai Golkar sekarang harus bertanggung jawab pada Munas Partai Golkar mendatang. Ketua OKK DPP PG Yuddy Chrisnandi, yang dikenal dekat dengan Agung, berjanji meminta penjelasan kepada Ketua Umum PG Jusuf Kalla terkait dengan forum Medan. ’’Saya kaget ada pertemuan sebesar itu. Sebelumnya tidak pernah ada forum untuk menjelaskan rencana itu,’’ katanya.Karena tidak melalui mekanisme AD/ART dan budaya formal di internal PG, Yuddy menyatakan pertemuan di Medan ilegal. ”Karena itu, kalau benar ada pelanggaran AD/ART, harus ada sanksi kepada siapa saja yang hadir dalam pertemuan tersebut,” tegasnya.Secara pribadi, Yuddy setuju dengan wacana pembentukan koalisi dua partai besar tersebut. Masalahnya adalah pengambilan keputusan yang tidak melalui mekanisme AD/ART harus ditindaklanjuti dengan memanggil pihak-pihak yang terlibat. ”Kalau perlu, ya diberikan teguran lisan,’’ ucap anggota komisi I tersebut.Di internal PDIP, juga timbul gejolak. Ditemui terpisah, mantan Sekretaris Fraksi PDIP Jacobus Mayong Padang juga mengaku kaget dengan pertemuan Medan tersebut. ”Dari DPP juga hanya sebagian yang tahu,” terangnya.Tidak adanya komunikasi antara pengurus DPP juga berakibat pada sikap beberapa anggota fraksi. ’’Saya bingung. Apakah dengan dibentuknya koalisi, FPDIP dan FPG akan melakukan aliansi juga dalam pengambilan keputusan di parlemen?” tambahnya. (noe/cak/aku)

No comments: