BAHASA Indonesia adalah bahasa yang kita sepakati sebagai bahasa pemersatu bangsa–– sebagai pemersatu berbagai bahasa yang berbeda terdapat di setiap daerah, suku dan budaya–– seperti yang terdapat dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928,bahwa bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa.
Terus, seberapa besarkah orang di Indonesia yang sudah mengaplikasikan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-harinya? Ternyata bahasa Indonesia hanya dituturkan 17 juta penduduk di Indonesia yang merupakan peringkat ke-56 dunia dari segi banyaknya penutur, masih kalah dengan bahasa Jawa yang mencapai 80–100 juta penutur, menempati peringkat 11 dunia dari segi banyaknya penutur (Hidayat,Amir & Rhaman,Elis, 2006).
Wow,angka di atas merupakan angka yang mencengangkan, tidak dapat dipercaya. Bahasa Indonesia sebagai bahasa identitas bangsa masih sedikit digunakan masyarakat kita, bahkan masih kalah dengan bahasa daerah? Bila kita telusuri lebih dalam, ada beberapa faktor yang menyebabkan bahasa Indonesia hanya dipakai segelintir masyarakat.
Pertama, masih adanya budaya mengedepankan kepentingan kelompok atau yang disebut dengan the rise of underground subcultur.Untuk lebih jelasnya, kita bisa melihat di lingkungan nyata bahwa masih banyak masyarakat yang meng-anggap bahasa daerah mereka lebih tinggi dari bahasa daerah lain. Dengan anggapan demikian, mereka akan saling memperkuat bahasa daerah mereka dengan menggunakannya dalam bahasa sehari-hari.
Hal ini bukan suatu yang dianggap jelek, melainkan kecenderungan mereka yang terlalu berlebihan dapat me-nyebabkan kurang cintanya mereka pada bahasa Indonesia, sehingga mereka akan malas mempelajarinya dan akhirnya banyak di antara mereka yang sampai tak bisa berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
Kedua,adanya budaya kebiasaan.Budaya kebiasaan adalah budaya berbahasa yang diakibatkan kebiasaan yang diciptakan lingkungan sekitarnya. Sebagai contoh, munculnya bahasa-bahasa baru yang dituturkan anak muda, atau yang kita sebut sebagai bahasa gaul. Seperti yang sering kita dengar adanya kata banget,gue,lo,kebiasaan ini juga akan melunturkan rasa cinta kita terhadap bahasa Indo-nesia.
Tak jarang sebagian dari mereka ada yang beranggapan bahasa Indonesia adalah bahasa yang kuno,sudah ketinggalan jaman alias norak. Ketiga, adanya sistem pendidikan pengajaran bahasa Indonesia yang tidak sinergi. Contohnya, para siswa di sekolah dituntut untuk berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, tetapi kenyataannya hanya berlaku ketika jam pelajaran.
Di luar jam pelajaran, guru pun terkadang berkomunikasi dengan siswanya menggunakan bahasa daerah. Ini juga dapat menyebabkan pudarnya kecintaan terhadap bahasa Indonesia. Bagaimana muridnya mau mencintai bahasa Indonesia kalau gurunya yang sebagai teladan tidak mencintainya, tidak pernah memberikan contoh hanya sebatas pelajaran kelas saja? Kalau ini terus berlanjut bukan tidak mungkin kita akan menjadi bangsa yang anomi.(*)
RANGGA AIRLANGGA
Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia UPI Bandung
Terus, seberapa besarkah orang di Indonesia yang sudah mengaplikasikan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-harinya? Ternyata bahasa Indonesia hanya dituturkan 17 juta penduduk di Indonesia yang merupakan peringkat ke-56 dunia dari segi banyaknya penutur, masih kalah dengan bahasa Jawa yang mencapai 80–100 juta penutur, menempati peringkat 11 dunia dari segi banyaknya penutur (Hidayat,Amir & Rhaman,Elis, 2006).
Wow,angka di atas merupakan angka yang mencengangkan, tidak dapat dipercaya. Bahasa Indonesia sebagai bahasa identitas bangsa masih sedikit digunakan masyarakat kita, bahkan masih kalah dengan bahasa daerah? Bila kita telusuri lebih dalam, ada beberapa faktor yang menyebabkan bahasa Indonesia hanya dipakai segelintir masyarakat.
Pertama, masih adanya budaya mengedepankan kepentingan kelompok atau yang disebut dengan the rise of underground subcultur.Untuk lebih jelasnya, kita bisa melihat di lingkungan nyata bahwa masih banyak masyarakat yang meng-anggap bahasa daerah mereka lebih tinggi dari bahasa daerah lain. Dengan anggapan demikian, mereka akan saling memperkuat bahasa daerah mereka dengan menggunakannya dalam bahasa sehari-hari.
Hal ini bukan suatu yang dianggap jelek, melainkan kecenderungan mereka yang terlalu berlebihan dapat me-nyebabkan kurang cintanya mereka pada bahasa Indonesia, sehingga mereka akan malas mempelajarinya dan akhirnya banyak di antara mereka yang sampai tak bisa berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
Kedua,adanya budaya kebiasaan.Budaya kebiasaan adalah budaya berbahasa yang diakibatkan kebiasaan yang diciptakan lingkungan sekitarnya. Sebagai contoh, munculnya bahasa-bahasa baru yang dituturkan anak muda, atau yang kita sebut sebagai bahasa gaul. Seperti yang sering kita dengar adanya kata banget,gue,lo,kebiasaan ini juga akan melunturkan rasa cinta kita terhadap bahasa Indo-nesia.
Tak jarang sebagian dari mereka ada yang beranggapan bahasa Indonesia adalah bahasa yang kuno,sudah ketinggalan jaman alias norak. Ketiga, adanya sistem pendidikan pengajaran bahasa Indonesia yang tidak sinergi. Contohnya, para siswa di sekolah dituntut untuk berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, tetapi kenyataannya hanya berlaku ketika jam pelajaran.
Di luar jam pelajaran, guru pun terkadang berkomunikasi dengan siswanya menggunakan bahasa daerah. Ini juga dapat menyebabkan pudarnya kecintaan terhadap bahasa Indonesia. Bagaimana muridnya mau mencintai bahasa Indonesia kalau gurunya yang sebagai teladan tidak mencintainya, tidak pernah memberikan contoh hanya sebatas pelajaran kelas saja? Kalau ini terus berlanjut bukan tidak mungkin kita akan menjadi bangsa yang anomi.(*)
RANGGA AIRLANGGA
Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia UPI Bandung
No comments:
Post a Comment